Selasa 05 Aug 2014 19:36 WIB

Simbolisasi Lebaran Nusantara (3-habis)

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Chairul Akhmad
Mudik adalah sebuah upaya berbakti anak-anak kepada orang tua yang jauh dan lama tidak ditemui.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Mudik adalah sebuah upaya berbakti anak-anak kepada orang tua yang jauh dan lama tidak ditemui.

REPUBLIKA.CO.ID, Idul Fitri merupakan perayaan agama, sementara mudik adalah kegiatan budaya. Ini menunjukkan adanya keselarasan antara agama dan budaya.

Budaya ini pun membentuk spesifikasi budaya Muslim etnik Melayu. Karena itu, mudik pada akhir Ramadhan tidak akan dijumpai pada Muslim etnik lain.

Mudik sebagai silaturahim juga tidak bertentangan nilai-nilai Islam. Silaturahim merupakan interaksi inklusif, familier, dan berkualitas yang dibangun dan dicontohkan Rasulullah. Islam juga menyebut banyak manfaat yang bisa diperoleh melalui silaturahim, mulai dari memperat persaudaraan hingga memperluas rezeki.

Terlebih, jika mudik adalah sebuah upaya berbakti anak-anak kepada orang tua yang jauh dan lama tidak ditemui. Kehidupan modern saat ini yang dibarengi kecanggihan teknologi, kata Abd Majid, belum mampu menyaingi bentuk pertemuan dan ikatan kasih sayang nyata keluarga dan komunitas.

Pada hari Idul Fitri, tradisi berziarah, silaturahim ke sanak keluarga, dan membeli baju juga menjadi tradisi masyarakat yang jamak dilakukan seperti Muslim di negara lain.

Lebaran Ketupat

Dito Alif Pratama dalam artikelnya Lebaran Ketupat dan Tradisi Masyarakat Jawa mengungkapkan, masyarakat Jawa umumnya mengenal dua kali Lebaran, pertama adalah Idul Fitri 1 Syawal dan kedua adalah Lebaran Ketupat pada 8 Syawal setelah puasa sunah enam hari Syawal.

Lebaran Ketupat pertama kali dikenalkan Sunan Kalijaga. Saat itu, Sunan Kalijaga menggunakan dua istilah, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran adalah perayaan Idul Fitri yang diisi dengan shalat Id dan silaturahim.

Sementara, Bakda Kupat dilakukan tujuh hari setelahnya. Masyarakat kembali membuat ketupat untuk diantarkan kepada sanak kerabat sebagai tanda kebersamaan. Tradisi ini juga tetap lestari di komunitas Muslim Jawa di berbagai daerah, seperti Muslim di Kampung Jawa Todano di Minahasa.

Tradisi mengantarkan makanan ini juga teradapat di Motoboi Besar, Sulawesi Utara, dan Bali. Muslim Bali atau Nyama Selam (saudara yang beragama Islam) melakukan tradisi ngejot, yakni mengantarkan makanan ke tetangga menjelang Idul Fitri. Umat Hindu juga akan melakukan tradisi serupa saat hari raya Nyepi atau Galungan.

Di laman resmi panduan wisata Indonesia Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dijelaskan, sejak abad ke-15 di Gorontalo, terdapat festival Tumbilotohe. Tumbilo yang berarti memasang dan tohe yang berarti lampu dilakukan masyarakat setempat di rumah-rumah.

Dahulu, lampu dinyalakan menggunakan getah damar atau pohon lainnya. Lampu-lampu dinyalakan tiga hari menjelang Idul Fitri untuk memudahkan distribusi zakat fitrah oleh masyarakat sebab saat itu penerangan masih sangat minim. Saat ini, Tumbilotohe sudah menggunakan lampu yang dinyalakan dengan minyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement