Selasa 05 Aug 2014 15:01 WIB

Gugat Cerai Suami yang Tak Taat beribadah (1)

Perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah.
Foto: NET/ca
Perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah.

Pertanyaan:

Saya sudah menikah empat tahun. Kami berkenalan satu minggu langsung menikah dan pacaran setelah menikah. tapi satu hal yang paling membuat saya kaget ternyata dia tidak taat beribadah.

Saya pikir di sini saya yang harus membimbing suami dengan cara mencontohkannya, mengingatkannya bahkan dengan sabar menyuruhnya supaya shalat. Tapi suami punya seribu alasan: capek, pusing, ngantuk, kadang kalau marah dia bilang asal cari uang dan kebutuhan saya terpenuhi sudah cukup katanya.

Saya pikir saya bukan menyerah tapi saya tidak bisa meneruskan pernikahan ini karena saya pikir saya tidak ingin punya suami yg menganggap remeh Allah penciptanya. Tidak hanya itu dia sering berdusta dan menyebarkan aib saya kepada teman-teman saya, teman-teman dia dan keluarga papa saya.

Dan hubungan dia dengan ortu saya tidak baik. Dia selalu membenci orang tua saya yang selalu membantu masalah perekonomian kami. Yang mau saya tanyakan, betulkah keputusan saya menggugat cerai suami karena alasan suami tidak taat kepada Allah dan tidak taat beribadah? Terima kasih

Jawaban:

Perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah, meskipun itu adalah diperbolehkan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dikatakan, “Perkara halal  yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Perceraian sebenarnya lahir sebagai solusi terakhir jika memang keutuhan sebuah rumah tangga tidak bisa dipertahankan. Selama masih bisa dipertahankan, maka perceraian sebaiknya dihindari karena tidak disukai Allah SWT sebagaimana ditegaskan hadis di atas, dan sudah barang tentu menimbulkan mudarat.

Adapun dengan kasus yang ibu tanyakan, maka sebelum kami menjawab pertanyaan tersebut kami akan mengetengahkan secara singkat mengenai khul'u. Khul'u sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawawi adalah, “Perceraian dengan iwadl (pengganti atau tebusan) yang diambil oleh suami.” (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Raudlatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, Beirut-Darul Fikr, juz, VII, h. 347)

Maksud dari pernyataan ini adalah perceraian dengan tebusan dari pihak istri yang diberikan kepada sang suami. Dengan kata lain seorang istri menggugat cerai suaminya dengan memberikan tebusan kepadanya (suami) agar ia bisa lepas dari ikatan perkawinan. (Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement