Senin 04 Aug 2014 17:27 WIB

Bullying, Kekeliruan yang Membudaya

Bully sering kali dilakukan dengan cara mempermainkan aib atau kekurangan seseorang di hadapan publik.
Foto: Huffingtonpost.com/ca
Bully sering kali dilakukan dengan cara mempermainkan aib atau kekurangan seseorang di hadapan publik.

Oleh: Nashih Nashrullah

Saling hina, berperang ejekan, dan lempar-melempar hujatan dengan motif apa pun seakan telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari. Entah bertujuan untuk sekadar canda atau yang memang dilakukan serius untuk menjatuhkan martabat seseorang.

Pemandangan itu bukan hanya marak di kehidupan nyata, melainkan juga menjadi fenomena yang seakan lumrah, biasa, dan lazim di dunia maya. Padahal, apa pun motifnya, aktivitas semacam ini tak selaras dengan tuntunan agama.

Dalam istilah Islam, bullying dikenal dengan berbagai sebutan, antara lain, sukhriyah, ihtiqar, dan istihza'. Abu al-Fida Ibnu al-Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-Adzim menegaskan perbuatan ini dilarang Islam.

Larangannya merujuk ayat ke-11 surah al-Hujurat. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.”

Ibnu Katsir menambahkan, Rasulullah SAW juga tidak memperbolehkan saling menghina dan meremehkan. Sebab, orang yang di-bully bisa jadi jauh lebih baik daripada penghujat atau penghina. “Bully haram,” kata penulis kitab Qashash al-Anbiyaa' ini.  

Abu Hamid al-Ghazali menjelaskan, bully sering kali dilakukan dengan cara mempermainkan aib atau kekurangan seseorang di hadapan publik. Aib tersebut dijadikan bahan olok-olokan sehingga memicu gelak tawa bagi para pendengarnya. Bentuknya beragam, entah lewat penuturan lisan atau bahasa tubuh, dan lain sebagainya.

Para generasi salaf memahami betul dampak dan efek dari tindakan tercela ini. Mereka mencoba selalu menciptakan atmosfer kondusif dan Islami dengan saling menghargai dan menghormati. Bullying pun dianggap sebagai pemantik masalah.

Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan, jika penampilannya diejek seperti 'anjing', ia khawatir jika ejekan itu benar-benar terjadi sekalipun hanya perangai dan perilaku.

Sikap penolakan yang sama ditujukan oleh Abu Musa al-Asy'ari. Ia mengutarakan, jika ia melihat laki-laki menyusu kepada kambing di tengah-tengah jalan, lalu pria tersebut diejek atas tindakan konyolnya tersebut, al-Asy'ari menolak keras hinaan itu. “Saya takut tak akan meninggal sampai aku menyusu kepada kambing itu,” kata dia memberikan sindiran tegas.

Tak heran bila Ibrahim an-Nakha'i selalu menahan diri untuk tidak berkata apa pun terhadap perkara buruk atau tak pantas yang ia lihat. Hal ini dilakukan lantaran kekhawatirannya jika ujian atau cobaan serupa menimpa dirinya sendiri.

Syekh Abdurrahman bin Sa'adi berkomentar terkait tafsir ayat ke-11 surah al-Hujurat. Menurutnya, salah satu hak yang mesti dijaga oleh sesama Muslim ialah tidak menghina, mengejek, dan menjatuhkan martabatnya dengan bentuk apa pun, baik perkataan maupun lewat perbuatan.

Tindakan ini dikategorikan sebagai bentuk keangkuhan pelaku pada dirinya sendiri dan hukumnya haram. Padahal, faktanya belum tentu demikian. Seseorang yang di-bully bisa saja memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pelaku. Ia juga menegaskan bullying pada dasarnya muncul dari hati yang penuh dengan unsur-unsur keburukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement