REPUBLIKA.CO.ID, LUSAKA -- Perayaan Idul Fitri tak hanya dinikmati oleh umat Islam saja. Di Zambia, umat Islam turut menjangkau umat non-Islam untuk turut merayakan Idul Fitri.
"Kami akan berbagi makanan dan minuman dengan tetangga kami, dan memberikan hadiah kepada mereka yang membutuhkan, tanpa mempertimbangkan agama mereka," jelas Adam Phiri, Koordinator Dewan Islam Zambia, dilansir World Bulletin, Ahad (3/8).
Dengan demikian, Phiri berharap semangat Idul Fitri akan meningkatkan rasa nasionalisme, kesatuan, dan harmonisasi. Hal ini terutama ditekankan karena bangsa Zambia akan merayakan peringatan 50 tahun kemerdekaan pada Oktober mendatang.
"Persatuan adalah kekuatan kita. Kami telah bersatu selama ini. Kami harus berjuang untuk tetap bersatu sebagai Zambia," katanya.
Berkaca pada akhir bulan suci Ramadan, Phiri tampak cukup puas dengan kecenderungan sikap di kalangan umat Islam. Mereka mendedikasikan doa-doa mereka untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. "Ramadhan adalah saat umat Islam memanjatkan doa kepada Allah, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk masyarakat kita dan bangsa secara keseluruhan, "katanya.
Sebagian besar doa-doa, katanya, dipanjatkan untuk meminta perdamaian dan kemenangan di Zambia. Menurut Phiri, sebuah bangsa yang takut akan Allah tidak memerlukan penjara, justru akan menggunakan kesejahteraannya untuk membangun lebih banyak sekolah.
“Perdamaian adalah hal nomor satu bagi negara berkembang mana pun,” ucap Phiri.
Menurut Phiri, umat Islam di seluruh dunia didorong untuk terus mempelajari lebih lanjut ajaran Islam setelah Ramadhan, dan berdoa bagi perdamaian dan rekonsiliasi di dunia. Dengan cara ini, tuturnya, hidup akan lebih bermanfaat bagi kehidupan.
Kegembiraan Idul Fitri
Dengan berakhirnya Ramadhan, Phiri berharap umat Islam dapat bergembira dan merayakannya setelah satu bulan berpuasa. Muslim Zambia sendiri saat ini mencapai 5-12 persen dari total penduduk negara, yaitu sekitar 14,2 juta. "Tapi yang paling penting, saya ingin mengajak saudara-saudara di negara ini untuk mendoakan perdamaian dan rekonsiliasi menjelang perayaan Yobel yang akan berlangsung pada tanggal 24 Oktober," katanya.
Dia melanjutkan, hal ini penting karena Zambia harus terus hidup dalam harmoni, terlepas dari kecenderungan agama, politik, atau sosial mereka. Mereka harus bersatu karena tantangan dan ancaman datang terus menerus dari negara lain dalam bentuk berbeda.
Phiri percaya, doa dan puasa yang terus-menerus telah memberikan kontribusi terhadap keharmonisan co-eksistensi yang telah ditandai Zambia. Ini juga menjadi landasan perdamaian dan ketenangan, serta stabilitas dan pembangunan di negara ini.
"Tapi kami ingin kebiasaan baik ini akan terus berlanjut selama lima puluh tahun ke depan." pungkasnya.