Kamis 05 Jun 2014 16:17 WIB

Peradaban Islam dalam Bidang Astronomi (5-habis)

Astronomi Islam.
Foto: Chemheritage.org
Astronomi Islam.

Oleh: Nidia Zuraya

Dalil Alquran ini diperkuat dengan hadis Rasulullah SAW. Beliau pernah bersabda, “Waktu Zhuhur itu dimulai dari tergelincirnya matahari tepat di atas bayang benda sampai bayang benda sama panjangnya dengan benda tersebut.”

“Waktu Ashar di mulai panjang bayang sama dengan bendanya sampai tenggelamnya matahari. Waktu Maghrib di mulai dari tenggelamnya matahari atau munculnya mega merah sampai hilangnya mega merah.”

“Waktu Isya mulai dari hilangnya mega merah sampai tiba waktu subuh. Waktu subuh dimulai sejak munculnya fajar shadiq sampai munculnya matahari kembali.” (Hadis Riwayat Muslim).

Ilmu astronomi juga memainkan peran penting dalam membuat sistem penanggalan Hijriyah berdasarkan pada penentuan awal bulan Qamariyah, dan perhitungan gerhana yang kesemuanya mempunyai keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah amaliyah, seperti ibadah haji.

Sebagaimana diterangkan dalam surah al-Baqarah ayat 189: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji...”

Sebagaimana bangsa Sumeria kuno, yang menggunakan bintang sebagai petunjuk arah. Keberadaan ilmu astronomi bagi masyarakat Muslim juga diperlukan dalam menentukan arah kiblat.

Sebab, menghadap ke arah kiblat, yakni menghadapkan wajah ke arah Ka’bah di kota Makkah, merupakan syarat sah bagi umat Islam yang hendak menunaikan shalat, baik shalat wajib lima waktu atau pun shalat-shalat sunah yang lain.

Bagi masyarakat yang berada jauh dari Ka’bah, tentunya diperlukan suatu metode yang dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat ini. Dalam khazanah ilmu astronomi, penentuan arah kiblat ini bisa menggunakan penghitungan posisi rasi bintang, bayangan matahari atau pun arah matahari terbenam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement