REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Jumlah mualaf semakin bertambah seiring perluasan wilayah.
Dalam berbagai periode Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga para dinasti sebelum abad pertengahan, Islam selalu bisa diterima melalui berbagai aspeknya, dari ekonomi hingga budaya.
Menyatunya Islam dengan semua segi hidup membuat banyak orang di sepanjang masa tertarik untuk mendalami Islam dan menjadi mualaf.
Dalam laman resminya, organisasi Mualaf Center Indonesia menulis, mualaf berasal dari bahasa Arab yang berarti tunduk, menyerah, dan pasrah.
Sedangkan, dalam pengertian Islam, mualaf digunakan untuk menunjuk seseorang yang baru masuk agama Islam. Perpindahan menjadi mualaf ditandai dengan keyakinan untuk memeluk Islam dan mengucapkan syahadat.
Pada zaman Rasulullah SAW, mereka yang memilih menjadi Muslim tak jarang harus berpisah dengan orang tua atau meninggalkan harta benda.
Untuk mencegah bergejolaknya hati para mualaf karena tak memiliki harta, sebagian zakat juga dialokasikan untuk mereka. Zakat juga merupakan bentuk kepedulian sosial dalam komunitas Muslim.
Dalam terjemahan Fiqh as-Sirah: Dirasat Manhajiah 'Ilmiyah li Sirat al-Musthafa, Muhammad Sa'id Ramadhan al-Buthy menulis pada fase perkembangan Islam di Makkah, Rasul memperlakukan sejajar mualaf dari beragam latar belakang, baik budak seperti Bilal bin Rabbah maupun saudagar kaya seperti Abdurrahman bin Auf.
Ajakan untuk masuk Islam ke luar Makkah juga dilakukan dengan terlebih dulu mengirim duta untuk mengajak penduduk suatu wilayah masuk Islam dengan cara yang baik. Salah satunya misi pengiriman Musab bin Umair ke Madinah.