Oleh: Nashruddin Syarief MPd
Dalam berbagai karyanya, termasuk dalam menentang para filsuf melalui Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali melandaskannya pada dalil-dalil wahyu.
Itu semua dikarenakan yang menjadi titik tekan al-Ghazali dalam pembahasannya ini adalah hakim dari diri manusia sendiri, bukan dari luar.
Uraian ini menguatkan pernyataan Ibn Taimiyyah sebelumnya bahwa ilmu yang bermanfaat itu adalah yang datang dari Rasul SAW. Artinya, segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu, tidak boleh bertentangan dengan yang dibawa oleh Rasul saw (agama).
Meminjam penjelasan al-Attas, menurutnya, hubungan antara kedua kategori ilmu pengetahuan, antara ilmu agama dan dunia, sangat jelas.
Yang pertama menyingkap rahasia Being dan Eksistensi, menerangkan dengan sebenar-benarnya hubungan antara diri manusia dan Tuhan, dan menjelaskan maksud dari mengetahui sesuatu dan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Konsekuensinya, kategori ilmu pengetahuan yang pertama harus membimbing yang kedua.
Jika tidak, ilmu pengetahuan kedua ini akan membingungkan manusia dan secara terus menerus menjebak mereka dalam suasana pencarian tujuan dan makna kehidupan yang meragukan dan salah.
Mereka yang dengan sengaja memilih cabang tertentu dari kategori kedua dalam upaya meningkatkan kualitas diri mereka, al-Attas menegaskan ulang, harus dibimbing oleh pengetahuan yang benar dari kategori pertama (Lihat, Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat Pendidikan al-Attas, hlm. 158).