REPUBLIKA.CO.ID,
Permen harus komprehensif dan tidak setengah-setengah.
JAKARTA — Draf peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (permendikbud) tentang seragam sekolah dinilai masih mengandung hal-hal yang bias, terutama dalam pasal sanksi.
Pada bab lima tentang sanksi disebutkan, bagi satuan pendidikan yang melarang peserta didik putri mengenakan pakaian seragam khas Muslimah atau berjilbab, otomatis telah melanggar ketentuan dalam permen. Karena itu, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
"Bias karena jika terjadi pelanggaran, rujukan undang-undangnya belum jelas," ujar Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Bidang Komunikasi Ummat merangkap Ketua Aliansi Pelajar Mahasiswa Indonesia (APMI) Helmi Al Djufri di Jakarta, Jumat (23/5). Ia mengatakan hal tersebut setelah membaca dan menelaah secara singkat draf permen tersebut.
Helmi menjelaskan, ia dan PII telah mengkaji undang-undang (UU) yang mungkin bisa menjadi rujukan jika terjadi pelanggaran. Namun, belum ada UU yang secara jelas bisa menjadi rujukan.
UU HAM, ungkap Helmi menjelaskan, belum secara spesifik menjelaskan pidananya. Begitu pun jika merujuk pada UU Perlindungan Anak, masih belum jelas.
Karena itu, permen seharusnya menjelaskan secara spesifik jika pun ada rujukannya. Seharusnya pula, permen menjelaskan secara perinci sistem pengaduan masyarakat jika terjadi pelanggaran oleh sekolah. Permen setidaknya juga memaparkan sanksi administratif bagi sekolah yang melanggar.
Helmi juga mempertanyakan poin-poin draf permen tentang aturan celana seragam bagi siswa Muslim di SMP dan SMA. "Padahal, kami sudah mengusulkan agar celana siswa SMP dan SMA seluruhnya panjang sampai mata kaki karena bagi usia tersebut dalam Islam sudah baligh dan lutut merupakan batas aurat bagi laki-laki baligh," kata dia.
Cara memakai kemeja bagi siswi Muslim di SMP dan SMA pun, kata Helmi, seharusnya dijelaskan secara perinci. Misalnya, kemeja tidak dimasukkan ke dalam rok, tetapi dikeluarkan sehingga menutupi bagian belakang tubuh. ''Tapi, dalam draf permen tidak ada,'' ujar Helmi.