Senin 26 May 2014 19:31 WIB

Psikologi Dalam Islam (2)

Psikologi Islam merujuk pada Quran dan sunah.
Foto: Islamicpsychologist.com/a
Psikologi Islam merujuk pada Quran dan sunah.

Oleh: Dr Syamsuddin Arif

Plato ialah filsuf yang pertama kali melontarkan teori tiga aspek jiwa manusia: rasional (berdaya pikir), animal (hewani), dan vegetatif (berdaya tumbuh).

Hampir semua filsuf Muslim yang menulis karya tentang jiwa bertolak dari pandangan Aristoteles.

Mulai dari Miskawayh yang menulis kitab Tahdzib al-Akhlaq dan Abu Bakr ar-Razi pengarang kitab At-Thibb ar-Ruhani hingga Ibnu Rusyd dan Abu Barakat al- Baghdadi.

Menurut mereka, jiwa manusia adalah penyebab kehidupan. Tanpa jiwa, manusia tak berarti apa-apa.

Kecuali ar-Razi, semua filsuf percaya bahwa jiwa manusia itu tunggal dan sendiri. Karenanya mereka menolak teori transmigrasi jiwa dari satu tubuh ke tubuh yang lain, seperti dalam kepercayaan agama tertentu.

Dalam salah satu kitabnya, Ibnu Sina menegaskan pentingnya penyucian jiwa dengan ibadah seperti shalat dan puasa. Sebab, menurutnya, jiwa yang bersih akan mampu menangkap sinyalsinyal dari alam ghaib yang dipancarkan melalui Akal Suci (al-‘aql al-qudsi).

Kemampuan semacam inilah yang dimiliki oleh para nabi, tambahnya. Jiwa para nabi itu begitu bersih dan kuat sehingga mereka mampu menerima intuisi, ilham dan wahyu ilahi (Lihat: kitab an-Nafs, ed. Fazlur Rahman, hlm 248-50 dan Avicenna’s Psychology, hlm 36-7).

Ketiga ialah pendekatan Sufistik dimana penjelasan tentang jiwa manusia didasarkan pada pengalaman spiritual ahli-ahli tasawuf.

Dibandingkan dengan psikologi para filsuf yang terkesan sangat teoritis, apa yang ditawarkan para sufi lebih praktis dan eksperimental. Termasuk dalam aliran ini kitab Ar-Riyadhah wa Adab an-Nafs karya al-Hakim at-Tirmidzi (w. 898) dimana beliau terangkan kiat-kiat mendisiplinkan diri dan membentuk kepribadian luhur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement