Senin 26 May 2014 07:32 WIB

HTI Minta Umat Islam Cermat

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Pilpres dan Kemiskinan
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilpres dan Kemiskinan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) meminta umat Islam cermat dalam memilih calon presiden.

Menurut Juru Bicara HTI Ismail Yusanto, ada sejumlah syarat sebagai seorang pemimpin Islam. ‘’Jika capres memenuhinya, pilih dia,’’ katanya, Ahad (25/5).

Syarat tersebut disebut dalam banyak kitab fikih politik. Yakni laki-laki, Muslim, baligh, merdeka, berakal, adil, dan mampu.

Lebih bagus lagi, kata Ismail, kalau capres itu seorangg mujtahid. Selain itu, secara sistem, kepala negara wajib menerapkan syariat secara keseluruhan.

Sebab dalam pandangan Islam, pemimpin negara dipilih untuk mengurusi rakyat melalui penerapan syariah.

Hanya dengan begitulah, lanjut dia, kebaikan atau rahmat berupa keadilan, kesejahteraan, keamanan, kedamaian, dan lainnya akan bisa diwujudkan.

Menurut Ismail, memilih merupakan hak, yang pasti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Karena itu, umat Islam harus menggunakan hak dengan sebaik-baiknya. ‘’Bila di antara calon yang ada tidak satupun memenuhi syarat, tidak memilih  juga hak.’’

Ia menyatakan, HTI tidak pernah menyerukan golput, sebagaimana juga tidak pernah menyerukan umat mendukung salah satu capres. Ia juga menyerukan kembali penerapan khilafah sebagai ganti demokrasi yang selama ini berlangsung di Indonesia.

Peneguhan ini diusung dalam Konferensi Islam dan Peradaban 2014 pada 27 Mei di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jawa Barat. Mereka mengusung tema Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal.

Secara simultan, konferensi berlangsung di 70 kota se-Indonesia. Bermula 27 Mei hingga 1 Juni 2014. Diperkirakan peserta yang hadir di 70 kota tersebut mencapai 100 ribu orang.’’Ini jadi kegiatan terbesar HTI dilihat dari sisi jumlah kota penyelenggara,’’ kata Ismail.

Selain di Bogor, konferensi berlangsung di Banda Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Bangka Belitung, Batam, Palembang, Lampung, Semarang, Yogyakarta, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, Palu, Kendari hingga Ambon, Sorong, dan Jayapura dan kota lainnya.

Pada 2007, HTI juga pernah menyelenggarakan Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Gelora Bung Karno, Jakarta, yang dihadiri tidak kurang dari 100 ribu orang dari seluruh penjuru Indonesia. Tahun lalu, HTI menyelenggarakan Muktamar Khilafah di 31 kota.

Ismail mengatakan konferensi merupakan sarana penolakan terhadap demokrasi dan ekonomi liberal. Ia menilai kedua sistem itu bertentangan dengan akidah Islam. Pada kenyataannya, keduanya juga gagal membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Konferensi, mengokohkan perjuangan untuk menegakkan khilafah.’’Kami berharap ide khilafah semakin didukung masyarakat,’’ kata Ismail. Artinya, bukan hanya dari cendekiawan dan ulama tetapi juga masyarakat biasa.

Penanggung jawab Konferensi Islam dan Peradaban HTI, M Irfan mengatakan, sistem khilafah sama sekali tak akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. ‘’Justru sistem khilafah akan menyelamatkan bangsa ini.’’

Ia menduga, anggapan khilafah mengancam NKRI dipicu  ketidakpahaman masyarakat mengenai substansi  syariah dan khilafah. Bisa juga karena memang tidak suka pada ide ini. Makanya, melalui konferensi ini mereka yang tak paham akan dipahamkan.

Bagi mereka yang tak suka, Irfan menduga disebabkan ada penyakit dalam hati orang tersebut. Mungkin mereka telah diuntungkan oleh sistem sekuler yang ada sekarang. Ia memandang penting dakwah mengenai khilafah.

Ditanya mengenai mungkinkah penerapan khilafah, Irfan menyatakan tahap terpenting menuju aplikasi sistem ini adalah sosialisasi. HTI, kata dia, sudah dan sedang melakukan tahap tersebut. Menurutnya, setelah hampir 25 tahun bergerak di tengah umat, hasilnya sangat baik.

Ini terbukti dari hasil survei SEM Institute, sebuah lembaga riset, konsultasi, dan pelatihan di bidang strategis, pemasaran, dan bisnis syariah pada 2004. Menurut mereka,  72 persen responden mendukung syariah. Khilafah menerapkan syariah.

Irfan mengatakan, ini sama dengan hasil jajak pendapat Pew Research Center, AS. Lembaga riset tersebut menunjukkan sebanyak 68 persen responden di seluruh dunia mengenai istilah khilafah. Sebanyak 83 persen mendukung ide khilafah.

n c78

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement