REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Islam menghapuskan perbudakan secara gradual.
Perbudakan sudah ada sejak mulai berkembangnya peradaban kota-kota kuno maju di berbagai wilayah, seperti Mesopotamia dan peradaban hulu Sungai Nil.
Organisasi Antiperbudakan yang juga sister-organization Anti-Slavery International, Free the Slaves, dalam lamannya freetheslaves.net, menulis pada 6800 SM, kota pertama mulai tumbuh di Mesopotamia, mulai mempekerjakan paksa kubu yang mereka kalahkan dalam perang.
Pada 2575 SM, masyarakat Mesir kuno juga melakukan ekspedisi sepanjang Sungai Nil mencari budak untuk dipekerjakan membangun kota.
Dalam peradaban Yunani kuno pada 550 SM, Athena mempekerjakan 30 ribu budak yang bekerja di tambang perak yang dikuasainya. Sementara, pada 120 M, diperkirakan separuh populasi bangsa Romawi adalah budak.
Pada 500 M, warga Inggris dijadikan budak setelah invasi negeri itu oleh bangsa Anglo-Saxon. Ketika 500 tahun kemudian, perbudakan menjadi hal jamak dalam perekonomian Inggris, terutama oleh para tuan tanah di sektor pertanian.
Perkembangan ekonomi pada 1380 M membuat kebutuhan budak bertambah besar. Budak-budak dikirim ke berbagai wilayah, termasuk Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Pada 1444 M, menjadi titik awal perdagangan budak lintas samudra oleh bangsa Portugis. Mereka mengirim budak dari Afrika Barat ke Eropa menggunakan kapal melalui Samudra Atlantik.
Memasuki 1550 M, seni menikmati Renaissance salah satunya adalah menjadikan budak sebagai objek barang konsumsi.
Clarence Martin Wilbur, dalam makalahnya, Slavery in China During Former Han Dynasty (206 SM-25 M), mencatat perbudakan juga terjadi pada masa Dinasti Han. Kala itu, Cina sempat mengalami tekanan ekonomi akibat perang dan musibah besar banjir Sungai Kuning.