REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi kemasyarakatan berbasis massa Islam terbesar telah genap berusia 91 tahun. Sebuah perjalanan panjang dengan satu tekad yang terus dipupuk, kesetiaan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“NU turut mengalami pahitnya penjajahan Belanda, dan pedihnya penjajahan Jepang. Alhamdulillah, semuanya dilalui dengan selamat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, dalam sambutannya di acara Tasyakur Hari Lahir NU ke-91, Jumat (16/5) malam. Sejarah mencatat NU lahir pada tanggal 16 Rajab 1344 H.
Sejak di masa penjajahan NU telah memiliki andil dalam perjuangan, salah satunya dengan keterlibatan aktif KH Wachid Hasyim, putra pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
“NU juga terlibat dalam perjuangan merebut kemerdekaan di medan perang. Pemuda Hisbullah adalah yang mampu mengusir tentara sekutu dari tanah Surabaya,” tambah Kiai Said.
Memasuki masa kemerdekaan hingga perjuangan mempertahankannya di era orde lama, NU telah menunjukkan keberpihakannya pada pemerintah, salah satunya ikut berjuang melawan tindakan makar. Memasuki masa orde baru sikap NU tidak berubah, meski di saat-saat itulah NU justru mendapatkan tekanan hebat.
“Orde baru adalah kondisi di mana NU mengalami tekanan berat di semua sektor, termasuk dalam pelaksanaan dakwah. Tapi satu yanga harus dicatat, di tengah kondisi tekanan hebat dan digiring untuk melakukan tindakan makar, kiai-kiai tidak terpancing dengan terus menyuarakan kesetiaan kepada negara,” urai Kiai Said tegas.
Kesetiaan NU kepada negara bahkan terus bertambah, salah satunya terwujud dalam keikutsertaan mendorong terjadinya reformasi. “Sekarang ini, Alhamdulillah, NU sedikit membaik. NU berperan besar dalam menjaga keutuhan Indonesia, negara yang sangat majemuk. Bahkan kalau boleh berbangga, Islam Timur Tengah harus belajar kepada NU,” jelasnya disambut tepuk tangan meriah tamu undangan.
Dengan catatan panjang pahit getir di dalamnya, NU mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus bersama menjaga keutuhan NKRI. NU juga mengajak meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya laten, di antaranya indikasi kembali tumbuhnya komunisme, yang apabila dibiarkan bisa mengancam negara.
“Indonesia adalah milik kita, umat Islam dan penganut agama-agama lain. Kita harus terus mempertahankannya, karena dengan memiliki tanah air kita bisa berjuang mengamalkan dan melanggengkan aqidah,” kata Kiai Said.