Kamis 15 May 2014 10:13 WIB

Brunei Menjawab Kecaman atas Hukum Syariah (3-habis)

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.
Foto: IST
Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Brunei Darussalam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah

“Kami merasa individu dan grup harus membuat keputusan sendiri dan saya pribadi tidak akan menghadiri pertemuan apa pun sampai isu tersebut selesai.”

Di Brunei, rakyatnya bisa menerima keputusan Sultan dengan damai. Penegakan hukum syariah bukan hal yang main-main. Butuh proses panjang sebelum akhirnya hukuman dijatuhkan.

Sebelum diterapkan, Brunei sempat mengumumkan penundaan pada 22 April 2014. Padahal, Sultan telah mengumumkan rencananya itu sejak Oktober 2013, yakni Brunei menerapkan hukuman syariah, termasuk hukuman rajam bagi pezina dan potong tangan bagi pencuri.

Saat itu, Asisten Direktur Unit Hukum Islam Jauyah Zaini mengatakan, penundaan dengan mempertimbangkan kondisi yang berkembang.

Dibandingkan tetangganya Malaysia dan Indonesia, Brunei menerapkan hukum Islam yang lebih keras. Penjualan dan konsumsi alkohol di Brunei sama sekali dilarang.

Saat mengumumkan kesultanan menerapkan hukum Islam, Sultan Hassanal Bolkiah (67 tahun) menyebut keputusan itu sebagai salah satu tonggak sejarah bangsa Brunei.

Sultan mengatakan, hukum Islam tidak akan mengubah kebijakan negara dan hakim akan diberi diskresi. Sampai saat ini, pengadilan sipil Brunei didasarkan pada hukum Inggris. Pengadilan syariah sebelumnya terbatas pada urusan keluarga, seperti pernikahan dan warisan.

Tak hanya para selebritas, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyatakan keprihatinan mendalam tentang perubahan hukum di Brunei.

“Di bawah hukum internasional, merajam orang sampai mati merupakan penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan hukuman lain, dan dengan demikian jelas dilarang,” kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Rupert Colville dalam konferensi pers pada awal April 2014, seperti dilansir BBC.

Dia pun mendesak Pemerintah Brunei menunda berlakunya hukum pidana dan mengkaji komprehensif agar sesuai dengan standar HAM internasional.

Hukum syariah, kata Colville, dapat mendorong kekerasan lebih lanjut dan diskriminasi terhadap perempuan karena tertanam stereotip yang membelenggu kaum hawa. Apa pun reaksi dunia, Brunei tegar meniti sejarah di jalan yang dibangunnya sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement