REPUBLIKA.CO.ID,
Monopoli pengelolaan oleh badan amil zakat dipersoalkan.
JAKARTA – Forum Zakat (FOZ) akan mengajukan uji materiil Peraturan Pemerintah (PP) Zakat Nomor 14 Tahun 2014 pekan depan. Amin mengatakan, PP ini merupakan pelaksana Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang disahkan pada Februari 2014 lalu.
‘’Peraturan tersebut mengakibatkan monopoli pengelolaan zakat,’’ kata Sekretaris Eksekutif FOZ Amin Sudarsono pada sela pertemuan sekitar 30 lembaga amil zakat (LAZ) saat membahas uji materiil PP Zakat, Ahad (11/5).
Sekarang, FOZ sedang mematangkan draf uji materiil yang akan diajukan ke Mahkamah Agung. Amin berharap tahun ini permasalahan PP Zakat selesai sesuai harapan. Dengan demikian, LAZ kelak mampu menghimpun dan mendayagunakan zakat dengan baik.
Salah satu hal yang diangap menimbulkan monopoli adalah pembatasan jumlah lembaga amil zakat (LAZ) di daerah dan provinsi.Muncul proses birokrasi yang berbelit dalam upaya menghimpun zakat dari masyarakat.
FOZ megungkapkan, LAZ boleh mempunyai cabang di semua provinsi. Caranya dengan mengajukan izin pendirian ke pemerintah provinsi bersangkutan.Begitu pula di kabupaten atau kota. Namun, setiap LAZ hanya boleh memiliki satu cabang.
Padahal, LAZ milik ormas Islam seperti Muhammadiyah serta NU, bisa punya lebih dari satu cabang. LAZ korporat juga resah. Jika hendak menjadi LAZ tersendiri, harus mendirikan organisasi semisal yayasan tersendiri pula.
Padahal, zakat yang dikumpulkan berasal dari karyawan perusahaan tempat LAZ korporat itu ada.LAZ korporat bisa saja menjadi bagian unit pengumpul zakat (UPZ) badan amil zakat nasional dengan kewajiban menyerahkan laporan rutin. Tapi, kewenangannya pasti dibatasi.
Amin menambahkan, LAZ mengalokasikan zakat yang terhimpun dalam beberapa kelompok. Yakni pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan dakwah. Sekitar 35 persen dari jumlah zakat yang terkumpul dialokasikan untuk program pendidikan.
Heru Susetyo, kuasa hukum FOZ, mengakui proses uji materiil di Mahkamah Agung tak mudah. Meski demikian, ia berharap uji materiil ini mendapatkan respons baik dari lembaga hukum itu. Ia menuturkan, PP Zakat ini sarat unsur diskriminatif.
Tak hanya itu, terjadi monopoli pengumpulan zakat oleh badan amil zakat (BAZ). Badan ini ada di setiap provinsi, kabupaten atau kota. Mereka memiliki wewenang memberikan izin pada LAZ, lembaga yang dibuat masyarakat, dalam menghimpun zakat.
Permasalahan PP ini sangat memberikan kesulitan kepada para LAZ yang biasanya digerakkan kepedulian masyarakat tentang zakat. PP tersebut juga melahirkan kesulitan dalam sistem birokrasi bagi LAZ karena harus memperoleh izin dari BAZ.
Heru menambahkan, PP Zakat ini memberikan kesan ilegal kepada LAZ yang tidak mengajukan surat atau proposal dalam menghimpun zakat kepada BAZ. Padahal, banyak warga Muslim yang ingin memudahkan penyebaran zakat kepada masyarakat yang membutuhkan.
Apalagi menjelang Ramadhan, biasanya banyak Muslim yang ingin menyalurkan zakatnya. LAZ bakal kesulitan untuk menghimpun lebih banyak zakat karena persoalan birokrasi. ‘’Lembaga zakat yang masih dalam skala kecil tentu sangat kesulitan,’’ katanya menegaskan.
Ia berharap Mahkamah Agung menyetujui uji materiil ini. Lalu, perubahan terhadap PP tersebut segara diterapkan di lapangan. Jangan sampai persoalan PP Zakat ini berlarut-larut hingga menghambat pengumpulan zakat masyarakat.
Heru mengaku tak tahu berapa besar peluang keberhasilan uji materiil ini. Namun ia menegaskan, kalau pengajuan uji materiil saat ini ditolak, FOZ akan mengajukannya kembali hingga ada perubahan dalam PP Zakat.
n c64