REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lilis Sri Handayani
Pengusaha hotel dan hiburan siap menaati keputusan Pemkot Cirebon.
CIREBON — Pemerintah Kota Cirebon bertekad mempertahankan Perda Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pelarangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Selama ini, peraturan tersebut lebih dikenal dengan perda miras nol persen.
Tekad ini memperoleh dukungan dari lembaga legislatif dan masyarakat. Mereka akan berjuang agar perda miras nol persen tetap ada meski muncul permintaan klarifikasi dan revisi dari pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
Sikap untuk mempertahankan perda miras nol persen terungkap dalam mediasi yang melibatkan ormas, wali kota, dan DPRD Kota Cirebon, Selasa (6/5). Ada beberapa poin kesepakatan. Di antaranya, Pemkot Cirebon akan mempertahankan Perda Nomor 4 Tahun 2013.
Langkah ini diiringi dengan membentuk tim kecil. Tugas tim membahas permintaan revisi dari Kementerian Dalam Negeri setelah terbitnya Perpres Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
“Mempertahankan perda pelarangan miras merupakan keinginan mayoritas masyarakat Kota Cirebon. Kami sepakat untuk mempertahankannya,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno.
Sambil menunggu hasil dari tim kecil membuat balasan surat Menteri Dalam Negeri, kata dia, DPRD akan menyampaikan pemberitahuan kepada masyarakat. Selama ini, mereka mendesak agar Perda Nomor 4 Tahun 2014 dipertahankan.
Anggota pansus perda miras, Dani Mardani, mengatakan, tuntutan Kemendagri bertentangan dengan Pancasila dan Pasal 29 (1) UUD 1945. “Bebasnya peredaran minuman beralkohol menghilangkan nilai-nilai religius,” kata dia.
Selain itu, dari sisi sosiologis, miras terbukti mengakibatkan dampak buruk. Beberapa waktu lalu, misalnya, warga Kranggaksan, Kota Cirebon, tewas akibat miras. Ini menunjukkan perda miras nol persen bukan lagi kepentingan, melainkan sebuah kebutuhan.
Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno menyatakan, dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2013, ada poin yang menyatakan pengendalian miras disesuaikan dengan kondisi daerah. Itu berarti Pemkot Cirebon berhak melarang peredaran miras.
Kesepakatan mempertahankan perda miras, akan jadi landasan bagi satuan polisi pamong praja menindak penjual miras. “Sudah ada perda pun masih banyak kejadian di masyarakat, apalagi tidak ada,” kata Ano.
Ketua Islamic Center Kota Cirebon Ahmad Yani mengaku bersyukur Pemkot dan DPRD Kota Cirebon mendengar aspirasi masyarakat. “Kalau perda miras direvisi, akan berbenturan dengan kehendak mayoritas masyarakat.”
Sebelum mediasi itu berlangsung, ratusan massa dari ormas Islam yang tergabung dalam Forum Masyarakat Kota Wali (Fos kawal) berunjuk rasa di gedung DPRD Kota Cirebon.
Dalam aksinya, mereka mendesak agar perda miras nol persen dipertahankan. “Kami akan terus mengawal perda ini hingga benar-benar tidak ada revisi sedikit pun,” kata perwakilan dari Forum Masya rakat Kota Wali Raden Ghilaf.
Setelah melakukan aksi selama hampir tiga jam, massa membubarkan diri dengan tertib. Namun, mereka mengancam akan pasang badan untuk tetap mempertahankan perda tersebut.
Sehari sebelumnya, Koalisi Ormas Bersatu (Korma) menyatakan tuntutan serupa. “Kami menolak keras bila Pemkot Cirebon merevisi perda miras nol persen,” ujar Koordinator Korma, Ibnu Maiz SY. Keberadaan perda miras nol persen telah membantu menyelamatkan masyarakat dari pengaruh buruk miras.
Perda miras nol persen dikeluhkan pengusaha hiburan dan hotel. Mereka menilai perda membuat tingkat kunjungan hotel, khususnya wisatawan asing, menurun.
Karena itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon Nasrulsyah ingin ada revisi.“Tapi, kami serahkan sepenuhnya kepada Pemkot Cirebon. Apa pun hasilnya, kalangan pengusaha siap menaati,” kata dia.