Jumat 02 May 2014 20:20 WIB

Istiqlal, Lebih dari Sekadar Masjid Agung (3)

Rep: c78/ Red: Damanhuri Zuhri
Masjid Istiqlal, Jakarta.
Foto: IST
Masjid Istiqlal, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Tak lengkap rasanya jika mengunjungi Monumen Nasional (Monas) tanpa sekalian ke Masjid Istiqlal. Selain untuk menunaikan shalat, Anda juga bisa berwisata religi di masjid terbesar di Asia Tenggara ini.

Berdiri megah di sebelah timur lapangan Monas, tepatnya di Jalan Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat, Istiqlal masuk dalam jajaran 10 masjid terbesar di dunia.

Pantaslah, jika masjid ini menjadi kebanggaan kaum Muslimin Jakarta dan Indonesia. Luas dan megahnya bangunan masjid ini menjadi daya tarik bagi pelancong lokal dan mancanegara.

''Selain untuk beribadah, kebanyakan dari mereka ingin mencari tahu lebih detail seputar bangunan dan kesejarahan Istiqlal," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Badan Pelaksana Pengelola Masjid istiqlal (BPPMI) Abu Hurairah.

Staf Humas dan Protokol BPPMI Parlindungan Siregar turut menjelaskan, BPPMI bersikap terbuka terhadap siapa pun yang ingin mengunjungi Istiqlal tanpa melihat latar belakang keyakinan agama.

Tapi, terkadang ada beberapa pengunjung yang belum mengetahui tata krama memasuki masjid, terutama dari segi berpakaian. Karena itu, pihaknya bertanggung jawab mengawal para pengunjung untuk menjaga nilai-nilai kesopanan dan tata krama di tempat ibadah.

''Biasanya, sebelum memasuki masjid, pengunjung yang berpakaian minim, seperti celana pendek dan kaus ketat pendek diingatkan untuk berpakaian panjang dan longgar saat mengunjungi Istiqlal di lain waktu,'' kata Parlindungan.

BPPMI berusaha memberi pengertian mengenai adab memasuki masjid secara baik-baik. Sebagai antisipasi, pengelola masjid menyediakan 80 potong pakaian panjang bercorak batik bermodel kimono. Pakaian tersebut diperuntukkan bagi turis, biasanya turis asing yang berbusana tidak Islami.

Tak hanya itu, pengelola juga menyiagakan sembilan personel khusus untuk mendampingi para tamu menjelajah Istiqlal. Dalam bertugas, mereka harus ekstra hati-hati.

Sebab, pelayanan terhadap wisatawan asing merupakan momen untuk menunjukkan betapa agungnya ajaran dan pemikiran Islam serta sikap Islam terhadap perbedaan dalam hal keyakinan kepada masyarakat dunia.

Terkadang, kata Parlindungan, beberapa turis protes dengan aturan berpakaian yang diterapkan. Alih-alih memaksa, para pemandu akan terus memberi pengertian dengan sabar.

"Jika mereka bersedia (menuruti aturan berpakaian itu), kita perbolehkan dan dampingi mereka masuk, tapi jika tidak kita persilakan mereka kembali dulu ke hotel masing-masing. Berpakaian rapi dan sopan seperti yang dipakai orang Muslim.''

Atas aturan tersebut, salah seorang turis berkewarganegaraan Australia, Lucy (33 tahun), mengaku tak keberatan.

''Sebagai tamu, saya menghormati aturan dan tata cara masuk tempat ibadah sebagaimana dijelaskan oleh pengelola masjid," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement