Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Sumber filantropi negara:
Zakat, harta warisan, harta rampasan hasil perang (ghanimah), upeti dari non-Muslim, wakaf, dan revitalisasi lahan mati.
Sumber donasi individual:
Sedekah, wasiat, pinjaman ('ariyat), nazar, kafarat, dan kurban.
Filantropi Melintasi Masa:
Rasulullah SAW
Filantropi tumbuh dan subur pada zaman Rasulullah SAW sebagai embrio penting bagi dinamika kedermawanan pada masa berikutnya. Solidaritas dan kedermawanan sosial menjadi identitas penting umat Islam. Ini tak terlepas dari ragam tuntunan dan perintah agama untuk saling berbagi dan peduli terhadap sesama.
Abu Bakar
Mendirikan baitul maal. Donasi diambil dari berbagai macam sumber. Lembaga ini menjadi kiblat bagi para dhuafa. Bahkan, menopang sejumlah aktivitas negara, seperti subsidi militer hingga aksi tanggap bencana.
Umar bin Khatab:
- Lembaga administrasi (dawawin) negara didirikan untuk mendukung optimalisasi baitul maal. Tiap bayi yang lahir dicatat dan berhak mendapatkan santunan. Baitul maal dioptimalkan tidak hanya soal pendanaan, tapi juga pemberdayaan ekonomi dan sosial. Jangkuan penerimaan manfaat diperluas hingga luar kota. Bahkan, juga mencakup pemeluk agama lain.
- Rumah singgah (dar ad-daqiq) didirikan bagi para pelancong agar tidak kehabisan bekal.
- Mendirikan tenda pengungisan bagi ribuan warga perdesaan ketika terjadi Muslim paceklik ('am ramadah) pada 18 Hijriyah. Selain melibatkan baitul maal, Umar mendorong solidaritas saudagar dan pemimpin kawasan terdekat untuk berbagi.
Utsman bin Affan:
Peningkatan subsidi sebanyak satu dirham bagi tiap Muslim selama Ramadhan lewat baitul maal.
Ali bin Abi Thalib
Selain memaksimalkan baitul maal, Ali tercatat menyerahkan tanah Yanbu', Lembah al-Qura, dan al-Adzaniyah untuk diberdayakan bagi fakir miskin. Tanah itu dikenal subur.