REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
Buah pikirnya menjadi acuan para peneliti dan akademisi kedokteran hingga saat ini.
Melalui karya fenomenalnya ini, al-Zahrawi juga menunjukkan beragam alat bedah temuannya. Ada ekstraktor gigi, depresor penjepit, kateter, dan perangkat bedah kandungan yang rumit.
Dijelaskan pula berbagai tindakan operasi, seperti kauterisasi, penyedotan darah, bedah kebidanan, dan pengobatan luka.
Al-Zahrawi adalah penemu sekaligus dokter pertama yang menggunakan jarum dan benang untuk menjahit luka bekas pembedahan. Benang ini dibuat dari usus domba dan hingga kini masih digunakan dalam praktik bedah modern.
Pada abad ke-14, seorang ahli bedah Prancis, Guy de Chauliac, menghasilkan 200 karya dalam bidang ilmu bedah yang semuanya terinspirasi dari kitab at-Tasrif karya Abulcasis.
''Kitab ini (at-Tasrif) merupakan karya tulis dalam bidang ilmu bedah yang sangat fenomenal,'' komentar de Chauliac.
Ahli bedah Prancis lainnya, Jaques Delechamps, pada abad ke-16 membuat pengembangan metode bedah berdasarkan kitab at-Tasrif.
''Luas dan dalamnya pemahaman Abulcasis merupakan kontribusi yang luar biasa bagi ilmu bedah,'' kata Delechamps.
Sementara ahli bedah Inggris, Sharif Kaf al-Ghazal, memuji Abulcasis sebagai dokter bedah inovatif yang memberikan sumbangsih tak terkira bagi kemajuan ilmu bedah dan obat-obatan.
Pada masa hidupnya, al-Zahrawi tercatat sebagai dokter bedah andal yang tersohor ke seantero Eropa. Karena itu, banyak anak muda di benua itu yang berbondong-bondong datang ke Cordoba hanya untuk berguru kepada al-Zahrawi.
Sejarah mencatat, pada masa keemasannya, Cordoba pernah memiliki tak kurang dari 50 rumah sakit. Tak sekadar menjadi tempat untuk merawat pasien, rumah sakit tersebut juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran ilmu kedokteran.
Kitab at-Tasrif secara gamblang menggambarkan kiprah al-Zahrawi sebagai seorang guru. Melalui sejumlah penuturannya di kitab itu, tampak sekali al-Zahrawi sangat menyayangi para muridnya.
Ia pun selalu mengingatkan murid-muridnya untuk berlaku baik kepada pasien. ''Dokter yang baik harus melayani dan merawat pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya,'' tutur al-Zahrawi.
Senantiasa berpegah teguh pada norma dan kode etik kedokteran juga selalu diingatkan al-Zahrawi kepada murid-muridnya. Menurut dia, tak sepatutnya seorang dokter mempergunakan profesi mulianya semata-mata untuk mendulang kekayaan atau materi.