REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
Buah pikirnya menjadi acuan para peneliti dan akademisi kedokteran hingga saat ini.
Kisah masa kecilnya tak banyak terungkap. Hal ini karena tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Sosok dan kiprah al-Zahrawi mulai terangkat setelah ilmuwan Andalusia, Abu Muhammad bin Hazm (993M-1064), menempatkannya sebagai salah satu dokter bedah terkemuka di Spanyol.
Selain tekun mempraktikkan dan mengajarkan ilmu kedokteran, al-Zahrawi pernah pula diangkat menjadi dokter istana pada masa kekhalifahan al-Hakam II di Andalusia.
Ia juga meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya bagi dunia kedokteran, yakni kitab at-Tasrif liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif. Ensiklopedia kedokteran yang terdiri dari 30 volume ini dijadikan materi sekolah kedokteran di Eropa.
Dalam kitab ini, al-Zahrawi menjelaskan secara perinci tentang anatomi, klasifikasi penyakit, informasi nutrisi dan operasi, ortopedi, optalmologi, farmakologi, dan seluk-beluk pembedahan.
Ia pun dikenal sebagai ilmuwan yang berjasa dalam bidang kosmetik. Berbagai produk kosmetik, mulai dari deodoran hingga pewarna rambut, tercipta dari buah pemikiran al-Zahrawi.
Menyebar ke seluruh Eropa
Pada 1150, kitab at-Tasrif diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona, seorang cendekiawan yang berjasa menerjemahkan ratusan karya fenomenal ilmuwan Muslim ke dalam bahasa Latin. Penerjemahan kitab ini telah membantu penyebaran ilmu bedah modern ke seluruh Eropa.
Volume ke-30 kitab at-Tasrif menjelaskan secara perinci beberapa komponen mengenai operasi bedah umum, bedah anak, kebidanan, serta ortopedi.
Walau Abulcasis telah wafat satu milenium lalu, maqala atau volume ke-30 kitab ini tetap menjadi acuan bagi para peneliti dan akademisi dalam bidang kedokteran hingga saat ini.
Sementara dalam volume ke-28, al-Zahrawi menjelaskan tentang obat-obatan sederhana. Volume ini pun telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Pada bidang farmakologi dan terapi, ia membahas obat jantung, muntah, obat pencahar, serta tata rias.