Sabtu 12 Apr 2014 12:21 WIB

Jalan Panjang Nahdlatul Ulama (2)

Lambang NU.
Foto: Google.plus.com
Lambang NU.

Oleh: Afriza Hanifa

Khitah

Pada awal pembentukan NU, KH Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar (pemimpin NU yang pertama)merumuskan dua kitab sebagai prinsip dasar organisasi, yakni kitab Qanun Asasi (prinsip dasar) dan kitab I'tiqad Ahlussunnah wal Jamaah.

Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khitah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan, dan politik.

Perubahan jati diri NU sangat terasa sejak NU mulai berkiprah di dunia politik. NU yang sebelumnya merupakan Jam'iyah Diniyah berubah menjadi organisasi politik. Para santri tiba-tiba menjadi aktor politik praktis.

Pada 1952, untuk pertama kalinya organisasi ini memisahkan diri dari Masyumi dan membentuk partai sendiri. Berhasil, pada pemilu 1955 mereka meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Kemudian pada 1973, NU berfusi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pada 1984, di ajang Muktamar Situbondo, NU menyatakan kembali ke khitah. Mereka pun meninggalkan politik praktis dan kembali ke jati diri awal pendirian.

Meski telah kembali ke khitah, warga NU tetap membentuk partai, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pascareformasi 1998. Partai ini berhasil mengantarkan Abdurrahman Wahid (Gusdur) menuju kursi presiden pada 1999.

Kendati demikian, NU mengaku berlepas diri dari partai. Sekalipun terdapat partai maka partai tersebut bukanlah dari organisasi dan bukan pula wakil masyarakat NU atau nahdliyin. “Ada partai yang dibentuk NU, PKB. Tapi, itu bukan sayap NU. Tidak bisa paksa warga NU untuk ke PKB,” ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.

Kiprah NU

Sebagai salah satu organisasi tua di Indonesia, kiprah NU tentu tidaklah sedikit. Selain memperjuangkan kebebasan mazhab seperti dalam sejarah pembentukannya, NU juga menjadi pewaris Wali Songo dalam gerakan pribumisasi Islam.

NU-lah organisasi yang paling vokal dalam gerakan Islam kultural dan masyarakat madani di Indonesia. Saat berpolitik pun, NU telah mewakili Muslimin ke ranah pemerintahan. Pada era kemerdekaan, NU pun mendukung negara dan simbolismenya seperti Pancasila.

KH Syafi'i Maarif dalam pengantar buku Membidik NU mengatakan, NU yang diidentifikasi sebagai organisasi sayap tradisional Islam dengan basis masyarakat pesantren dan pedesaan telah memberikan sumbangan pada perkembangan budaya dan peradaban Islam Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement