REPUBLIKA.CO.ID, Banyaknya musibah yang melanda negeri seharusnya menyadarkan kita bahwa ada tangan Mahakuat yang merontokkan segala kesombongan dan keangkuhan kita. Musibah yang datang tidak lantas menyurutkan semangat kita untuk terus beribadah kepada Allah SWT.
Harusnya, di kala musibah datang, di saat-saat itulah kita semakin dekat pada-Nya. Berikut lanjutan wawancara wartawan Republika, Hannan Putra, dengan Wakil Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr KH Ahmad Mukri Ajie MA.
Bagaimana menjaga ibadah agar tetap baik ketika dilanda musibah?
arusnya ketika dilanda musibah, kita semakin saleh dan punya motivasi untuk meningkatkan ibadah. Jadi, lakukanlah ibadah dengan penuh kesabaran. Jangan lalaikan ibadah, sekalipun kita sedang dilanda masalah dan kesedihan.
Seperti mereka korban banjir dan erupsi gunung berapi itu, mereka saat ini ada di tempat-tempat penampungan. Laksanakanlah shalat berjamaah di tempat-tempat penampungan itu. Jangan sampai lalai karena larut dalam kesedihan akibat bencana. Apalagi sampai tidak shalat Jumat dengan alasan tidak ada tempat untuk menunaikannya. Ini sangat disayangkan.
Insya Allah, ibadah yang mereka lakukan dengan penuh kesabaran di tempat-tempat penampungan itu, akan Allah bukakan kelapangan dari kesulitan.
Apa ada rukhsah (keringanan) dalam beribadah ketika terkena musibah?
Terlebih dahulu kita lihat, musibah ini konteksnya seperti apa? Jika memang dalam kondisi darurat ada hal-hal yang diperbolehkan. Demikian juga soal waktu. Misalnya shalat bisa dijamak.
Ibadah lainnya seperti kewajiban berzakat dan bersedekah. Ini bisa saja gugur karena mereka telah menjadi mustahik. Jika ada di antara mereka kehilangan tempat tinggal dan harta benda sehingga menyebabkan mereka menjadi mustahik.
Seharusnya, keringanan tersebut tidak hanya diharapkan datang dari Allah, tapi juga melalui saudara-saudara mereka yang ikut meringankan. Jika mempunyai kelebihan harta, bantulah untuk meringankan mereka, agar mereka ini bisa beribadah dengan maksimal.
Dengan keterbatasan sarana dan prasarana ibadah di tempat bencana, apa hal ini bisa menjadi rukhsah untuk beribadah?
Kita mengharapkan, tempat-tempat penampungan yang disiapkan pemerintah bisa mencukupi para korban tersebut untuk beribadah. Jangan sampai mereka telantar dalam menunaikan kewajiban mereka sebagai hamba Allah lantaran kurangnya fasilitas dan sarana ibadah.
Namun, sebenarnya kita bisa beribadah dengan sarana apa saja yang bisa kita lakukan. Tunaikanlah shalat secara berjamaah, walaupun itu hanya di tempat-tempat penampungan.
Saya harapkan, ada tokoh-tokoh agama yang mau memandu mereka di tempat penampungan. Jangan sampai ada kejadian tidak ada khatib Jumat, sehingga tidak bisa diselenggarakan shalat Jumat.