Sabtu 05 Apr 2014 12:56 WIB

Menyikapi Musibah yang Melanda Negeri (1)

Puluhan atap rumah ditutupi terpal di kawasan Desa Laharpang , Puncu, Kediri, Jawa Timur. Di Kabupaten Kediri tercatat ada lebih dari 19.000 rumah rusak akibat letusan Gunung Kelud.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Puluhan atap rumah ditutupi terpal di kawasan Desa Laharpang , Puncu, Kediri, Jawa Timur. Di Kabupaten Kediri tercatat ada lebih dari 19.000 rumah rusak akibat letusan Gunung Kelud.

Oleh: Hannan Putra/Ratna Ajeng Tejomukti

Ada keringanan ibadah bagi korban bencana.

Musibah memang berat. Saat diri dilanda bencana, kekuatan kita melemah. Tak jarang, justru lumpuh. Di saat kondisi yang berat tersebut, manusia butuh penguat. Selain pertolongan fisik, yang paling utama adalah santapan rohani. Salah satu cara menjaga kekuatan rohani adalah dengan menjaga ibadah harian.

Namun, saat terkena musibah, tak jarang beberapa hal menghambat aktivitas ibadah. Rumah yang tak laik huni, sedikit pakaian bersih yang tersisa, rasa lelah menjaga keselamatan keluarga sering melalaikan kita kepada kewajiban ibadah harian.

Wakil Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Dr KH Ahmad Mukri Ajie menekankan, ibadah tetap menjadi prioritas meski di tengah keterbatasan. Beribadah, kata KH Ahmad Mukri, bisa dengan sarana apa saja yang ditemui.

Hendaknya, minimnya fasilitas tidak menghalangi untuk dekat kepada Allah SWT. "Tunaikanlah shalat secara berjamaah, walaupun itu hanya di tempat-tempat penampungan," kata ketua MUI Kabupaten Bogor ini.

Pimpinan Majelis Zikir az-Zikra Ustaz Abdul Syukur mewanti-wanti agar umat Islam tidak lalai meski sedang dirundung bencana. Ustaz Syukur menyebut, fenomena banyaknya pengungsi di masjid-masjid, tapi justru yang menyedihkan mereka tidak menyegerakan shalat berjamaah lima waktu.

“Seharusnya, mereka intropeksi diri bahwa segala bencana dan musibah merupakan sebuah keniscayaan yang memiliki hikmah di balik itu semua,” ujar Ustaz Syukur.

Imam Besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustofa Yakub menekankan, dalam syariat diharamkan meratapi nasib, apalagi sampai berputus asa dari rahmat Allah SWT. Justru, menurut ulama pakar hadis ini, seorang Muslim bisa mendapat kekuatan ketika dekat dengan Allah SWT. "Dengan sabar, itu saja."

Hal senada diungkapkan Ketua MUI Amidhan. Ujian yang diturunkan seharusnya menambah keimanan dan ketakwaan umat Islam. "Anggap itu teguran agar kita kembali," ujar Amidhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement