REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Meski program pemberdayaan ekonomi belum memiliki porsi besar di lembaga amil zakat (LAZ), namun program ini terbukti mampu memperbaiki kesejahteraan dhuafa jika diintergrasikan dengan program lainnya.
Tahun 2010 dan 2011 lalu, Indonesia Magnificent Zakat (IMZ) pernah melakukan kajian program bagi dhuafa terhadap sembilan cabang lembaga amil zakat (LAZ). Dari beragam program seperti hibah langsung, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi, IMZ mendapati program ekonomi produktif yang terencana dan berkelanjutan belum jadi mainstream.
''Tapi bukan berarti tidak penting. Program yang tujuannya menguatkan daya tahan ekonomi dhuafa ini lebih rumit dan panjang. LAZ banyak yang belum siap,'' tutur Direktur IMZ, Nana Mintarti, Kamis (3/4).
Ia melihat setiap tahun LAZ melalukan perbaikan atas program-programnya. Ia berharap semoga tahun ini juga lebih baik.Sementara program pendidikan dan kesehatam sudah terencana baik dan tidak sekadar membagi-bagikan uang.
Dari hasil penelitian IMZ, alokasi dana zakat terkumpul untuk program ekonomi berada antara 10 hingga 20 persen dengan rata-rata di 10 persen per tahunnya. Sebab fokus LAZ masih pada bantuan kemanusiaan atau hibah langsung.
Pada 2013, total dana zakat terhimpun mencapai Rp 1,8 triliun hingga Rp 2 triliun dan angka ini belum banyak berubah dari tahun ke tahun.
Meski alokasinya belum besar, program pemberdayaan ekonomi dhuafa sudah ada yang berhasil mengeluarkan sebagian mereka dari kemiskinan.
Pada April hingga Oktober 2011 dengan headcount index untuk melihat seberapa mampu program zakat mengurangi kemiskinan, IMZ meneliti 16 unit LAZ di Jabodetabek, Yogyakarta, Surabaya, Padang, dan Kalimantan Timur.
Dari sekitar 10 ribu keluarga mustahik, 21,11 persen keluarga sudah melewati batas kemiskinan. Angka ini meningkat dari 2010 yang hanya mencapai 10,79 persen.
Sisanya, meski belum melewati batas kemiskinan, tapi rerata jurang kemiskinan (gap) semakin bekurang dan semakin kecil. Dana zakat yang diberikan, jikapun belum membantu hingga Rp 1,6 juta, minimal sudah mendorong ke angka yang mendekati. Misalnya sebelum diintervensi zakat penghasilan sebuah keluarga hanya Rp 1,2 juta, dengan intervensi zakat menjadi Rp 1,4 juta.
Standar hidup sebuah keluarga di Jakarta minimal Rp 1,6 juta per bulan dengan anggota keluarga lima orang. Maka jika satu keluarga memiliki pendapatan kurang dari Rp 1,6 juta per bulan, sudah masuk kategori miskin.''21,11 persen keluarga itu sudah melampaui standar pendapatan Rp 1,6 juta. Jadi melewati garis kemiskinan,'' kata Nana.
Nana masih belum bisa mempublikasikan data penggunaan zakat 2013 lalu. Tapi ia melihat tren perbaiknnya naik. Kinerja LAZ yang lebih baik, manajemen program yang terencana dan berkelanjutan menjadi faktor peningkatan angka perbaikan kesejahteraan dhuafa.
Butuh proses dan program yang terintegrasi untuk benar-benar menyelesaikan kemiskinan. Maka dari itu, Nana melihat kompleks terpadu mandiri yang menggabungkan pendidik, kesehatan, dan ekonomi bisa lebih solutif.
''Butuh waktu karena banyak faktor. Inflasi, ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi memburuk memberi tantangan tersendiri,'' kata Nana.
Dari apa yang diperoleh IMZ, Nana yakin zakat bisa membantu menyelesaikan persoalan kemiskinan selama programnya terpadu, ada pendampingan, pengawasan dan tidak hanya 'sawer'.
''Selama ini masih banyak yang membagikan uang saja. Ini justru menumbuhkan jiwa mengemis. Padahal, ini tidak bisa dievaluasi dan dinilai dampaknya. Jika dana zakat dikumpulkan kolektif dan digunakan terintgrasi, saya pikir hasilnya akan jauh lebih baik,'' ungkap dia.
Edukasi muzakki tentang pemberdayaan zakat melalui LAZ karena bantuan yang lebih terkoordinir melaui program terintegrasi, menjadi penting. Kesibukan para muzakki membuat waktu mereka untuk mengevaluasi dan memonitor dana zakatnya menjadi sangat kecil.
Berbeda dengan LAZ yang memang bertugas memetakan, memonitor, dan mengelola dana zakat.Di sisi lain, LAZ juga memang harus dipaksa menggunakan sistem laporan keuangan berdasarkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 untuk transparansi dan akuntabilitas publik. LAZ yang tidak mematuhi ini, kata Nana, akan otomatis tersisih.