Rabu 02 Apr 2014 20:02 WIB

Fatimiyah, Penguasa Mesir Terlama (3-habis)

Masjid al-Hakim, Kairo, Mesir, peninggalan Dinasti Fatimiyah.
Foto: Gattours.com
Masjid al-Hakim, Kairo, Mesir, peninggalan Dinasti Fatimiyah.

Oleh: Ani Nursalikah

Dinasti penguasa laut

Supremasi Fatimiyah di laut dimungkinkan karena pengetahuan mereka tentang astronomi dan geografi.

Khalifah Fatimiyah sangat menyenangi ilmu pengetahuan sehingga mendorong penelitian di bidang astronomi dan geografi. Observatorium besar dibangun di Kairo, tempat para mahasiswa bisa mengikuti pergerakan bintang-bintang.

Militer Fatimiyah sebenarnya berasal dari suku Kutama Berber. Suku ini menjadi bagian penting dari militer Fatimiyah, bahkan setelah Tunisia mulai terpecah. Unit militer dibagi berdasarkan suku. Berber biasanya ditempatkan sebagai penembak atau kavaleri.

Suku Turki menjadi pasukan pemanah berkuda. Sedangkan, suku Afrika, Suriah, dan Arab umumnya bertindak sebagai infanteri. Pembagian tugas berdasarkan etnis masih bertahan selama berabad-abad di Mesir.

Angkatan Laut (AL) Fatimiyah adalah salah satu kekuatan AL yang paling tangguh. Mereka menguasai Laut Merah dan Mediterania Timur. AL digunakan untuk  memperluas kerajaan, juga bertugas melindungi garis pantai yang luas dan rute laut utama.

Perlindungan yang diberikan AL sangat mendorong perdagangan. Laut Kairo dengan cepat menjadi titik persinggahan utama antara Mediterania dan laut selatan.

Di bawah kepemimpinan Al-Mu’iz Lidinillah, militer Fatimiyah sangat kuat sehingga mampu menangkal beragam serangan. Saat itu, Bizantium dipimpin Nicephorus yang bertikai dengan Muslim pada 961 M. Dia berhasil menaklukkan Tartus, Al-Masaisah, Ain Zarbah, dan tempat-tempat lain.

Strateginya adalah memanfaatkan perseteruan antara penguasa Muslim. Lalu, dia mulai mencaplok wilayah kekuasaan Muslim perlahan-lahan. Dia menyerang desa-desa kecil, menghancurkannya, dan menguasainya. Al-Mui’iz  berhasil mendapatkan kekuasaan penuh perbatasan Irak dan Suriah. Militer Fatimiyah pun berhasil mengalahkan mereka.

Militer berdasarkan suku mulai mendatangkan masalah secara politik. Pada 1020 M terjadi kerusuhan serius antara tentara Afrika dan Turki. Pada 1060 M terjadi perpecahan di tubuh militer. Hal ini diperparah dengan kondisi Mesir yang dilanda kekeringan panjang dan kelaparan.

Sumber daya yang menurun menambah masalah dan memicu perang saudara. Militer dari suku Turki menguasai sebagian besar Kairo dan menyandera khalifah. Selain itu, militer dari suku Berber dan Sudan mulai menguasai bagian lain Mesir.

Pada 1072 M Khalifah Fatimiyah Abu Tamim Ma’ad al-Mustansir Billah yang berputus asa meminta bantuan Gubernur Acre, Palestina, saat itu, Jenderal Badr al-Jamali. Tentara Badr al-Jamali berhasil memadamkan perang saudara, tapi kerusuhan selama lebih dari satu dekade telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan Mesir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement