Rabu 02 Apr 2014 11:38 WIB

DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab

Pelajar berjilbab, ilustrasi
Pelajar berjilbab, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

 

Komnas HAM berharap mempertemukan dua kementerian untuk membuat solusi soal pelarangan jilbab.

JAKARTA -- Pelajar Islam Indonesia (PII) akan melakukan pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali membahas pelarangan jilbab di sekolah. Sebanyak 40 sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab oleh siswi Muslimah, baik secara lisan maupun tertulis.

Menurut Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali Fatimah Azzahra, pertemuan dijadwalkan DPRD setelah 9 April. ''Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu,'' kata Fatimah melalui sambungan telepon, Selasa (1/4).

Tanggal pertemuan belum ditentukan, tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap untuk menghadapi audiensi itu. Menurut Fatimah, respons dari DPRD muncul setelah PII melayangkan surat permohonan audiensi untuk kedua kalinya.

Pada 7 Maret 2014, baik Pengurus Besar PII maupun Pengurus Wilayah PII Bali, mengirimkan surat kedua ke gubernur, Dinas Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD yang menanggapi keinginan PII bertemu untuk membahas kasus jilbab.

Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufri mengatakan, surat audiensi kedua untuk mengingatkan peran pemerintah daerah atas permasalahan yang tidak bisa diabaikan. Surat ini sekaligus menjadi prosedur yang diikuti PB PII jika nanti harus melakukan gugatan hukum.

PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya, sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di wilayahnya. Meski ada otonomi, dinas tak bisa lepas tangan. ''Jika aturan diserahkan ke masing-masing sekolah, untuk apa ada struktur?''

Gunernur, lanjut Helmy, juga bertanggung jawab atas semua permasalahan di wilayahnya, sekecil apa pun itu. Sebab, struktur pemerintahan provinsi tidak berdiri sendiri. Semuanya saling berkaitan satu sama lain.

Helmy mengeluhkan lambanya penanganan kasus ini oleh pemerintah pusat. PII akan tetap mengawal pengesahan dan penerapan peraturan Mendikbud mengenai seragam sekolah yang menekankan kembali diizinkannya pemakaian jilbab.

Sayangnya, selama menunggu pengesahan peraturan menteri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak mengecek lagi ke lapangan. Tak ada peringatan sama sekali terhadap pelarangan jilbab di sekolah-sekolah di Bali.

Fatimah Azzahra mengaku, masih belum ada solusi mengenai kasus jilbab ini. Tapi, PII akan terus memperjuangkan agar tak ada lagi kasus pelarangan oleh sekolah di Bali. Caranya, dengan membina siswi Muslimah terkait kesadaran dan hak mereka berjilbab di sekolah.

Muslimah dan lembaga Islam lainnya diharapkan bisa membantu melakukan pembinaan yang sama. Demikian juga para ustaz agar mengimbau para orang tua mendukung anaknya yang berjilbab. ''Kami belum sanggung menangani semua sekolah di Bali,'' kata Fatimah.

Secara terpisah, Komnas HAM masih berupaya mempertemukan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membahas larangan jilbab di Bali. Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, sampai sekarang belum terwujud.

Permasalahannya pada belum adanya waktu yang tepat di antara perwakilan dua kementerian itu. ''Kami mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,'' kata Maneger. Jangan sampai yang hadir justru berbeda dengan yang memutuskan kebijakan.

Perwakilan yang bakal diundang adalah Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Dirjen Pendidikan Kementerian Agama. Ia juga mengapresiasi langkah PII yang beberapa waktu lalu langsung bertemu dengan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Selain itu, PII juga ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan data temuan pelarangan jilbab di 40 sekolah, mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali. Menejer menegaskan, otonomi daerah mestinya tak melahirkan diskriminasi terhadap siswi tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement