Ahad 30 Mar 2014 07:28 WIB

Tradisi Pernikahan di Negeri Seribu Satu Malam (1)

Dana untuk pernikahan harus disiapkan dengan bijak.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Dana untuk pernikahan harus disiapkan dengan bijak.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nashih Nashrullah

Prosesi dan prosedur pernikahan yang berlaku di Irak lebih kental nuansa adat daripada tuntunan agama.

Konflik tak berkesudahan di Irak pascapenumbangan Rezim Saddam Hussein oleh Pasukan Sekutu pada 2003 menyisakan banyak persoalan. Tidak hanya konflik komunal yang melibatkan dua sekte berseteru, Suni dan Syiah.

Dampak pertikaian dan instabilitas politik berimbas pula pada merosotnya perekonomian warga. Bukan cuma kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan juga berpengaruh pada minat pernikahan di Negeri Seribu Satu Malam itu.

Berdasarkan tradisi yang selama ini berlaku di Irak, perempuan cenderung menikah dalam usia 20 tahunan, paling lambat. Namun, kondisi itu telah berbalik saat ini.

Ekonomi yang kian memburuk sebagai dampak satu dekade sanksi internasional dan konflik internal mengakibatkan perubahan pola perkawinan.

Di Irak, menurut sebuah data, tak kurang dari satu juta perempuan di atas usia 35 tahun tidak menikah. Kondisi ini memang tidak mudah. Mengingat, biaya pernikahan seperti halnya di kawasan Timur Tengah lainnya, cukup besar.

Calon mempelai pria mesti dihadapkan dengan ongkos-ongkos pernikahan yang melangit, meliputi mas kawin, rumah, dan biaya hidup sehari-hari. Ini diperburuk dengan minimnya ladang pekerjaan yang menjadi salah satu kendala sulitnya pernikahan di Irak.

Tradisi pernikahan di kawasan Timur Tengah memang selalu tak terlepas dari sentuhan adat atau tradisi. Bahkan, tradisi yang telah dipegang bertahun-tahun “mengalahkan” sementara tuntunan agama yang mengajarkan kesederhanaan dalam prosesi pernikahan.

Tak diketahui pasti, dari manakah akar tradisi pernikahan di Irak. Para orang tua mengisahkan, tradisi tersebut diadopsi lalu diwariskan secara turun-menurun dari kebudayaan Mesir.

Ada setidaknya tujuh prosesi pernikahan yang mesti dilewati, antara lain, mashaya dan sharbet, pertunangan, nishan, aqed il Qaran, pesta hena (lailat al-hena), resepsi pernikahan, dan al-saba.

Tradisi tidak berubah sejak puluhan tahun, tetapi dalam beberapa tahun terakhir, orang tua cenderung memberi keleluasaan sejalan dengan arus modernisasi, tetapi tanpa melanggar batas dan norma.

Pada tahap pertama, mashaya dan sharbet, keluarga mempelai pria membawa orang tua dalam keluarga mereka dengan sejumlah kerabat dan teman-teman semua, hanya laki-laki pergi ke rumah ayah calon pengantin perempuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement