REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Industri dan produk halal global terus mekar. Nilainya pun saat ini diperkirakan mencapai miliaran dolar AS dan akan terus berlipat seiring tumbuhnya populasi Muslim dunia.
Saat ini, populasi Muslim dunia diperkirakan mencapai 1,6 miliar orang yang sebagian besar diyakini lebih memilih mengonsumsi produk halal.
Fakta ini tentu sangat menggiurkan, khususnya bagi negara-negara Muslim. Uni Emirat Arab (UEA) sebagai negara yang sedang memosisikan diri sebagai pusat bisnis dan keuangan Islam sangat menyadari peluang itu.
Karena itulah, negara ini berencana membangun sebuah kawasan industri halal. Lokasi ini akan digunakan untuk industri manufaktur dan logistik yang berkaitan dengan pangan, kosmetika, dan produk halal lainnya.
Kawasan industri halal ini rencananya berada di dalam Kawasan Industri Dubai. Menurut CEO Kawasan Industri Dubai Abdullah Belhoul, ide menciptakan zona khusus manufaktur halal didorong oleh kian tingginya permintaan produk halal domestik dan internasional.
“Kami dari kalangan industri sadar betul akan perkembangan yang sedang terjadi. Banyak peluang terbuka untuk dimanfaatkan,” kata Belhoul kepada Associated Press, pekan lalu.
Pengumuman resmi mengenai pembangunan kawasan industri halal ini dilakukan dalam sebuah konferensi pers yang digelar di tengah perhelatan Gulfood 2014, pameran makanan dan minuman yang berlangsung selama sepekan di Dubai World Trade Centre (DWTC).
Pembangunan kawasan industri halal ini merupakan buah kerja sama antara Pusat Pembangunan Ekonomi Islam Dubai, Badan Standardisasi dan Metrologi UEA, serta Pemerintah Kota Dubai.
“Pembangunan kawasan industri halal ini sangat sejalan dengan visi Dubai untuk menjadi pusat ekonomi Islam,” kata Belhoul.
Meliputi area seluas 6,7 juta kaki persegi, kawasan industri halal ini diharapkan dapat menarik sekurangnya 15 perusahaan, terutama dari negara-negara yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), Timur Tengah, dan Afrika Utara.
“Perusahaan-perusahaan tersebut yang memiliki industri halal sudah dapat menandatangani perjanjian dalam beberapa bulan ke depan.”
Nantinya, jelas Belhoul, kawasan tersebut akan memiliki blok-blok industri, gudang, ruang pamer, dan sarana akomodasi. Sementara, produk-produk yang dibuat dan disimpan di kawasan ini harus sudah mendapat sertifikat halal dari badan akreditasi halal di UEA.
Saat ini, konsumen Muslim dunia membelanjakan sekitar satu triliun dolar AS untuk makanan dan lebih dari 26 miliar dolar AS untuk kosmetik dan produk-produk perawatan pribadi. “Dalam lima tahun ke depan, angka itu akan meningkat menjadi 1,6 triliun dolar AS dan 39 miliar dolar AS,” kata Belhoul.
Di kawasan GCC (Arab Saudi, UEA, Oman, Kuwait, Qatar, dan Bahrain) saja, lanjut dia, pasar makanan bernilai sekitar 85 miliar dolar AS.
Dubai rupanya tak mau tertinggal dalam menangkap potensi ekonomi yang sangat menjanjikan itu. Karena itulah, selain segera memiliki kawasan industri halal, Dubai pun bakal memiliki Pusat Akreditasi Produk dan Makanan Halal yang baru.
“Di lembaga inilah, produk makanan dan produk-produk lainnya diuji untuk memastikan bebas dari bahan tambahan atau bahan kimia yang tidak sesuai dengan hukum Islam,” kata Hussain Nasser Lootah, salah satu direktur jenderal pada Pemerintah Kota Dubai.