Rabu 26 Mar 2014 06:57 WIB

Catur, dari Rakyat hingga Raja (2)

Ilustrasi
Foto: Fhs.d211.org
Ilustrasi

Oleh: Ani Nursalikah

Referensi tertulis sebelum masa Islam mengenai permainan ini terdapat di Persia sekitar 600 Masehi. Tulisan ini menyebutkan catur dan periode terakhir penguasa Sasanid di Iran  (224-651 Masehi).

Buku Karnamak-i Ardeshir-i Papakan (Perbuatan Ardeshir di Papakan) menyebut permainan chatrang sebagai salah satu pencapaian budaya tersendiri bagi Ardeshir sebagai pangeran muda.

Permainan catur sangat populer di masyarakat. Begitu juga di kalangan bangsawan, terutama khalifah Abbasiyah sangat menyenanginya. Mereka yang sangat mahir bermain catur di masa itu adalah al-Suli, al-Razi, al-Aadani, dan Ibnu al-Nadim.

Jangan lupakan grandmaster asal Rusia, Yuri Averbak. Banyak orang yang berpikir permainan ini adalah permainan baru, padahal sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Al-Suli menulis banyak catatan mengenai aturan dan strategi bermain. Catatannya pun tersebar di seluruh negeri Muslim.

Sebuah buku berjudul Book of the Examples of Warfare in the game of Chess yang ditulis pada 1370 M untuk pertama kali memperkenalkan permainan catur yang disebut “Kepala Biara Buta dan Biarawatinya”.

Seorang musisi dan pelopor Ziryab membawa catur ke Andalusia pada abad ke-9. Kata skakmat berasal dari Persia shahmat yang berarti “raja telah kalah”.

Dari Andalusia, permainan menyebar di tengah-tengah kaum Kristen Spanyol dan Mozarab hingga mencapai bagian utara dan selatan Spanyol.

Catatan Eropa pertama yang menyebut soal catur ditemukan pada 1058. Ketika itu, Countess Ermessind dari Barcelona menghadiahkan bidak catur kristal agar diletakkan di Gereja St Giles di Nimes.

Beberapa tahun kemudian, Kardinal Damianni dari Ostia menulis kepada Paus Gregory VII untuk melarang permainan yang disebutnya kafir itu agar tidak menyebar di kalangan pendeta. Ia melarangnya karena catur dibawa oleh Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement