Jumat 21 Mar 2014 16:56 WIB

Aspal Hitam Kisah Ribuan Tahun (2)

Pembangunan Menara Babel juga ditengarai menggunakan aspal.
Foto: Wordpress.com
Pembangunan Menara Babel juga ditengarai menggunakan aspal.

Oleh: Ani Nursalikah

Lumpur, bagaimanapun tidak bisa menahan banjir yang kerap datang saat musim semi. Tak pelak hal tersebut menjadikan penemuan aspal sebagai berkah tersendiri.

Aspal tahan kelembaban dan bebas perawatan. Setelah penemuan itu, mereka mulai membuat kapal yang tahan air.

Pada 4000 SM mereka sudah berkeliaran di rawa-rawa Shatt al-Arab dengan perahu dayung dari anyaman alang-alang yang ditutupi kulit hewan. Perahu kemudian dilapisi aspal di bagian dalam, luar, lambung kapal, dan memperkuat bagian kapal dari alang-alang yang rapuh.

Teknik ini diwariskan ke bangsa Akkadia dan Babilonia hampir tanpa perubahan. Dengan perahu seperti itu, ubaid berkelana ke Teluk Arab, Bahrain, hingga ke pantai timur Arab Saudi. Mereka menjadi menjadi pelaut pertama yang didokumentasikan dalam sejarah.

Sementara itu, di dataran aluvial di utara, masyarakat di sana telah membuat batu bata sebagai bahan bangunan. Awalnya, mereka hanya menjemur bata sampai kering. Setelah bereksperimen, mereka belajar bahwa bata tidak cukup kuat untuk mendukung struktur yang besar sehingga mereka mulai menambahkan sedikit jerami dan tanah liat.

Dengan begitu, batu bata menjadi sedikit lebih kuat, tapi masih runtuh karena banjir atau hujan berkepanjangan. Mereka akhirnya mulai menambahkan aspal. Tidak diketahui dengan pasti kapan dimulainya, tapi diperkirakan pada zaman prasejarah, jauh sebelum 3000 SM.

Pada milenium ketiga SM, Sumeria telah membuat bentuk batu bata datar di satu sisi dan cembung di sisi lainnya. Yang lebih penting, dengan dilapisi aspal, bata menjadi lebih keras dan tahan air.

Selain itu, bata menjadi berpori dan menyerap sebagian aspal yang digunakan sebagai mortar sehingga keras seperti batu. Campuran inilah yang membuat batu bata mampu mempertahankan beban berat tembok tanpa kendur. Sampai 2200 SM, bermunculanlah kuil-kuil milik para Raja Sumeria di kota kuno, seperti Kish, Ur, dan Uruk.

Untuk mengurangi penggunaan aspal yang mahal, dibuatlah terobosan baru dengan mencetak batu bata dalam bingkai kayu. Batu bata digunakan untuk membangun ziggurat yang tinggi, bendungan dan istana yang luar biasa.

Pada awalnya, struktur yang terbesar adalah ziggurat. Struktur ini didirikan di pusat kota untuk menghormati dewa-dewa. Seiring waktu, setiap kota memiliki ziggurat sendiri. Banyak dari ziggurat tersebut yang membutuhkan jutaan batu bata dan ribuan ton aspal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement