Oleh: Ani Nursalikah
Masyarakat yang pertama kali menggunakan aspal dalam skala besar adalah para pemukim awal di sepanjang sungai di selatan Mesopotamia.
Bangsa Sumeria menyebutnya esir. Bangsa Akkadia menyebutnya iddu. Sedangkan, Arab mengenalnya dengan sayali, zift, atau qar. Kita menyebutnya aspal.
Jika menyebut cairan kental yang satu ini, aroma jalanan yang baru diaspal langsung terbayang. Aspal adalah produk minyak bumi pertama yang digunakan oleh umat manusia.
Ribuan tahun sebelum peradaban pertama di Sumeria, substansi yang kita sebut aspal ini telah terkenal sebagai perekat. Beberapa abad kemudian, aspal juga ditemukan di salah satu keajaiban dunia, Menara Babel.
Di Mesir, aspal digunakan untuk mengawetkan mumi. Dan, ribuan tahun kemudian, dengan kedatangan Islam, dokter Muslim mulai meresepkannya untuk penyakit kulit dan luka.
Pada zaman kuno, aspal menjadi monopoli bangsa Mesopotamia. Yang pasti, di sepanjang pantai timur Laut Mati dan di Persia aspal telah dieksploitasi sejak zaman awal. Namun, tidak ada yang mengeksploitasi aspal lebih baik dibandingkan Mesopotamia.
Negeri ini dianugerahi dengan kandungan minyak bumi yang melimpah. Dari utara ke selatan di sepanjang Sungai Tigris dan Eufrat, negara itu dipenuhi aspal, mata air minyak mentah. Bahkan, batuan aspal yang dipanaskan mengeluarkan minyak mentah.
Bangsa Mesopotamia tidak tahu cara memperlakukan aspal yang mudah terbakar atau cara mengentalkannya dengan dibakar. Sebenarnya, pendahulu bangsa Babilonia dan Sumeria bukan yang pertama menggunakan aspal.
Manusia prasejarah menggunakan sabit yang dilumuri aspal untuk berburu dan pertanian. Namun, masyarakat yang pertama kali menggunakan aspal dalam skala besar adalah para pemukim awal di sepanjang sungai di selatan Mesopotamia.
Bangsa yang dikenal dengan sebutan ubaid ini muncul sekitar 4500 tahun sebelum masehi (SM) dan harus beradaptasi dengan lingkungan rawa yang keras. Di tanah tandus tanpa pohon dan batu mereka membangun tempat tinggal dari satu-satunya material yang tersedia, yaitu alang-alang. Alang-alang yang dijalin dengan serat rumput kemudian dilapisi dengan lapisan tebal lumpur dan menjadi dinding.