REPUBLIKA.CO.ID, SIMFEROPOL -- Muslim Tatar semakin cemas dengan perkembangan konflik Rusia-Ukraina terkait Crimea. Apalagi, hasil referendum menunjukan 96.8 persen warga Crimea memilih bergabung dengan Federasi Rusia.
Bagi Muslim Tatar, suara itu tidak menunjukan keinginan mereka yang sesungguhnya. "Ini tanah saya, tanah nenek moyang saya. Siapa yang bertanya apakah saya ingin atau tidak," ungkap Shevkaye Assanova, warga Tatar, 40 tahun, seperti dilansir reuters, Selasa (18/7).
Shevkaye mengungkap selama hidupnya Muslim Tatar terlanjut sakit hati dengan Rusia. Ini karena, mereka tidak memiliki itikad baik soal Muslim Tatar.
Senin kemarin, pejabat pemilu Crimea telah mengumumkan hasil referendum. Menurut Ketua Komisi Referendum, Mikhail Malyshev, sekitar 96.8 persen warga Crimea memilih bergabung dengan Federasi Rusia.
Usai pengumuman itu, parlemen Crimea segera menyatakan kemerdekaannya. Mereka menyatakan Crimea sebagai wilayah negara merdeka. "Hasil referendum Crimea menunjukan bawa penduduk Crimea melihat masa depan mereka adalah menjadi bagian dari Rusia," ungkap Wakil Ketua Majelis Rendah Rusia, Duma, Sergei Neverov.
Hasil referendum itu jelas tidak diterima Barat. Inggris menyatakan tidak mengakui referendum berserta hasilnya. "Kami menyerukan kepada Rusia untuk berdialog dengan Ukraina. Lalu menyelesaikan masalah tersebut dalam mekanisme hukum internasional," demikian pernyataan Downing Street.
Adapun AS, memastikan akan memaksa Rusia menanggung akibat dari konflik dengan Ukraina. Sekutu AS, Jepang juga menduklung langkah Washington meski tidak secara langsung menyatakan perlunya 'hukuman' terhadap Rusia,.
Beberapa jam setelah pengumuman hasil referendum, Uni Eropa dan AS mengumumkan larangan perjalanan dan pembekuan aset terhadap sejumlah pejabat Rusia dan Ukraina. Uni Eropa lebih dulu menerbitkan daftar sanksi terhadap 21 pejabat Rusia dan Ukraina setelah pertemuan para menteri luar negeri di Brussels.
Daftar ini meliputi Perdana Menteri Crimea, ketua parlemen Crimea, tiga komandan senior Rusia dan beberapa pejabat senior parlemen Rusia.
"Kami menyesal bahwa Rusia sejauh ini tidak terlibat dalam negosiasi dengan Ukraina," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton dalam sebuah konferensi pers setelah sanksi diumumkan.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan kepada wartawan daftar itu bersifat tidak tetap melainkan tergantung bagaimana reaksi Rusia terhadap referendum tersebut. Bagaimana pula reaksi Rusia terhadap dorongan ajakan Barat untuk berdialog dengan Ukraina.
Di Crimea, parlemen telah memutuskan mengadopsi mata uang Rusia, Rubel dan zona waktu mengikuti wilayah Moskow. Dokumen yang juga berisi permintaan Crimea kepada semua negara di dunia untuk pengakuan kemerdekaan sudah diteken parlemen.