REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rosita Budi Suryaningsih
Wakaf adalah elemen penting filantropi Islam.
Namun bisa juga melalui jasa atau sikap nyata lain, seperti menjadi relawan, yang bisa meningkatkan rasa cinta pada sesama atas nama kemanusiaan.
Sayangnya, sikap filantropi ini tak banyak dijadikan acuan utama dalam peradaban besar umat manusia. Sebagian besar peradaban dengan sistem kerajaan tak banyak yang memperhatikan kehidupan rakyat kecil.
Justru, rakyat diperah mati-matian agar membayar upeti kepada penguasa. Dalam tatanan Kerajaan Inggris Kuno, misalnya, para pemilik tanah pun bersikap lebih kejam dengan bukan hanya merampas harta, melainkan juga merampas para gadis terbaik sebagai pendamping para pemilik tanah yang beristri banyak.
Kerajaan Prancis pun pernah bersikap demikian. Raja Louis XVI tak pernah memedulikan kebutuhan rakyatnya.
Justru, ia malah banyak mengadakan pesta pora yang meriah, membangun istana yang indah dengan gaun-gaun mahal, dan makanan yang sangat lezat.
Berbanding terbalik dengan kondisi rakyatnya yang selalu kelaparan dan penjara disesaki oleh para pencuri sepotong roti basi untuk mengisi perutnya.
Sikap kapitalisme seperti dalam dua contoh kerajaan ini dan banyak kerajaan lainnya akhirnya tumbang karena keberanian rakyatnya untuk memberontak dan mengubah sistem agar tidak ada lagi ketimpangan kondisi antara raja, bangsawan, para pemilik tanah, yang sangat jauh dengan kondisi rakyat kecil, dan kaum pekerja.
Sikap filantropi ini sudah ada sejak zaman dulu sebenarnya. Sebagai contoh adalah ketika para penguasa Mesir Kuno menetapkan tanah untuk dimanfaatkan para pemuka agama.
Sedangkan, orang-orang Yunani dan Romawi Kuno menyumbangkan harta benda mereka untuk perpustakaan dan pendidikan.
Sedangkan, salah satu media filantropi dalam Islam yang paling utama, antara lain, wakaf. Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, ada tiga macam wakaf, yaitu wakaf keagamaan, wakaf derma (ini yang disebut sebagai filantropi), dan wakaf keluarga. Wakaf keagamaan contohnya adalah pembangunan Masjid Quba dan Masjid Nabawi.
Sedangkan, wakaf filantropi sendiri tercatat sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Misalnya, ketika Mukhairiq berkehendak mendermakan tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah setelah dia meninggal kepada Nabi SAW.
Pada 626 M, Mukhairiq meninggal dunia. Lalu, Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin. Praktik seperti itu diikuti dan terus dijalankan oleh para sahabat Nabi dan para khalifah.
Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar bin Khattab, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar (di sekitar Kota Madinah) yang aku belum pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa nasihat engkau kepadaku?”