REPUBLIKA.CO.ID,
Belum ada tindakan konkret dari Presiden dan Menteri Pendidikan.
JAKARTA – Pelajar Islam Indonesia (PII) berharap, kasus pelarangan jilbab di sekitar 40 sekolah di Bali segera selesai. Kalau hingga April 2014 belum tuntas, PII berencana menempuh jalur hukum sebagai jalan penyelesaian.
Wakil Sekjen Pengurus Besar (PB) PII Helmy al-Djufri mengatakan, larangan jilbab terhadap siswi Muslim ini merupakan masalah struktural dalam Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Ia tak membayangkan ada tuntutan hukum kepada pemprov.
Karena itu, ia menginginkan agar mereka tak menunda waktu dalam menyelesaikan kasus pelarangan jilbab di Bali.
“Tapi, kalau sampai pekan pertama April belum juga selesai, kami akan melayangkan gugatan,” kata Helmy, Kamis (13/3).
Gugatan itu ditujukan kepada Pemprov Bali, mencakup gubernur, kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan sejumlah kepala sekolah yang menerapkan aturan pelarangan jilbab.
Menurut Helmy, PII pun bakal menggugat pemerintah pusat karena kelalaian mereka membiarkan terjadinya pelarangan jilbab di Bali.
Ia juga bersyukur karena Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersedia turun tangan menangani kasus jilbab ini.
Hal yang benar-benar ia nantikan adalah bebasnya siswi Muslim ke sekolah dengan jilbabnya. PII tak bermaksud untuk menimbulkan konflik horizontal maupun vertikal. “Tak ada niatan kami memperkeruh suasana,” katanya.
Menunggu jeda hingga April, kata Helmy, PII terus mengawal perubahan SK Dirjen Dikdasmen Nomor 100 Tahun 1991 menjadi peraturan menteri pendidikan yang memuat izin pemakaian jilbab. Awal April, peraturan menteri itu rencananya sudah selesai.
PII juga mendukung Komnas HAM dan KPAI mengadvokasi kasus larangan jilbab. “Kami pun beraudiensi dengan DPRD Bali pada 9 April,’’ kata Helmy. Sementara, permintaan audiensi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Bali belum direspons.
Di sisi lain, PII menegaskan, akan selalu siap mendampingi para siswi Muslim di Bali yang berniat mengenakan jilbab ke sekolah. Anwar Abbas, pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, meyakini Pemprov Bali menyelesaikan kasus larangan jilbab dengan cepat dan baik.
Sebab, semuanya ada rujukannya. Ia menjelaskan, UUD 1945 Pasal 29 menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya itu. Hak ini tak boleh diabaikan siapa pun.
“Menurut saya, rakyat dan Pemerintah Bali pasti akan tunduk pada ketentuan UUD 1945,” kata Anwar. Apalagi, imbuh dia, mereka dikenal sangat toleran dan menghendaki kerukunan hidup antarumat beragama terus berjalan baik.
Bali telah dikenal luas oleh dunia. Tentu, ujar Anwar, mereka tak mau dicap melanggar hak asasi manusia (HAM) karena melarang jilbab. Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain prihatin dengan keadaan yang dihadapi siswi Muslim di Bali.
Menurut dia, pemerintah pusat seakan membiarkan hak Muslim di Bali terinjak-injak. Mereka terkesan masa bodoh.
Sampai saat ini, belum ada tindakan konkret dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Menteri harusnya menindak tegas kepala dinas dan kepala sekolah yang melanggar konstitusi itu,” kata Zulkarnain. Bila larangan jilbab tetap dibiarkan, ia khawatirkan akan terjadi gesekan dan ongkos sosialnya sangat mahal.
Dampaknya, kerukunan antarumat beragama terganggu. Karena itu, ia mendesak pemerintah pusat tak lamban dalam bertindak.