Jumat 07 Mar 2014 07:49 WIB

Cerita Islam di Bulgaria (5)

Muslimah Bulgaria.
Foto: Aljazeera.com
Muslimah Bulgaria.

Oleh: Teguh Setiawan

Sepanjang 1950-an sampai 1960-an, banyak Muslim Bulgaria pindah ke timur laut Bulgaria dan bermukim di propinsi Razgrad Turgovishte, Veliko Turnovo, dan lainnya.

Mereka tidak membentuk komunitas permukiman sendiri, tapi menyebar di desa-desa komunitas Turki. Persebaran inilah yang menyulitkan pemerintah Bulgaria melakukan identifikasi resmi.

Muslim Bulgaria memilih berafiliasi ke etnis yang lebih dekat dengannya, dan hanya sedikit yang berupaya membangun identigasnya. Muslim Bulgaria di sebelah barat Pegunungan Rhodope, misalnya, berpura-pura menjadi Turki. Di bagian tengah Rhodope, mereka berpura-pura menjadi orang Bulgaria.

Di timur laut Rhodope, masyarakat Muslim berbahasa Slav ini lebih suka menggunakan identitas netral; bukan Pomaks, Muslim Bulgaria, dan Muslim Turki, tapi ‘Muslim’. Di beberapa tempat lain, di Pegunungan Rhodope atau bukan, Muslim Bulgaria cenderung membangun identitasnya sebagai Pomaks—sebuah etnis terpisah; bukan Bulgaria, bukan pula Turki.

Orang-orang Pomaks membangun mitologi kuasi-historisnya, ditanamkan ke belakang kepala anak-anak mereka lewat dongeng sebelum tidur, untuk mendukung keyakinan mereka. Mereka menciptakan legendanya sendiri; bahwa orang-orang Arab bermukim di Pegunungan Rhodope saat Bulgaria masih menjadi bagian Kekaisaran Roma Byzantium, dan memperkenalkan Islam kepada penduduk.

Etnis minoritas pemeluk Islam lainnya adalah Tartar dan Cherkez. Tartar datang dan bermukim di Bulgaria pada masa Kekaisaran Ottoman. Jumlah mereka meningkat, dan permukiman mereka tersebar di banyak tempat, setelah Perang Krim.

Perjanjian Paris 1856, yang mengakhiri Perang Krim, memberi jalan bagi Tartar dan Cherkez di Semenanjung Krim untuk meninggalkan Rusia dan bermukim di Balkan.

Tartar dari Semenanjung Krim bermigrasi ke Turki dalam beberapa periode berbeda, lainnya memilih tinggal di Bulgaria sampai saat ini. Di Bulgaria, lewat proses sedemikian panjang, Tartar kehilangan bahasa ibu dan identitas keenitsan – mungkin lebih tepatnya kebangsaan – dan melebur ke dalam minoritas Turki.

Hasil sensus 2001 menunjukan terdapat 4.515 orang menyebut diri Tartar, dan 7.883 lainnya menyebut diri Tartar karena masih menggunakan bahasa ibu. Perhitungan banyak sarjana antropologi menyebutkan terdapat kira-kira 10 ribu sampai 15 ribu Tartar di Propinsi Dobritch, Silistra, Russe, Shumen, dan di kota-kota di Bulgaria lainnya.

Nasib lebih mengenaskan dialami Cherkez. Sensus 1992 menunjukan terdapat 573 orang yang menyebut diri Cherkez. Sembilan tahun kemudian, pemerintah Bulgaria tidak lagi menemukan individu-individu yang menyebut diri Cherkez.

Cherkez adalah kelompok etnik yang bermukim di sebelah utara Pegunungan Kaukasus. Mereka dikenal dengan banyak nama Adyghe, Adygs, dan Circassians. Mereka terusir dari tanah leluhurnya setelah penaklukan Kaukasus oleh Rusia di abad ke-19, khususnya setelah berakhirnya Perang Circassia-Russia.

Sebagian Cherkez, jumlahnya tidak diketahui, tiba dan bermukim di Bulgaria setelah Perang Rusia-Turki (1877-1878). Mereka menyebar di permukiman-permukiman etnis Turki. Seperti Tartar, mereka gagal mempertahankan bahasa ibu dan identitas sebagai bangsa, dan terserap ke dalam minoritas Turki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement