Senin 03 Mar 2014 11:09 WIB

Dirjen Bimas Islam : Kemenkes Harusnya Mendukung Jaminan Produk Halal

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Maman Sudiaman
  Pekerja sedang menyajikan makanan di restoran siap saji Sushi Bar yang baru meraih sertifikasi halal dari LPPOM MUI, Jakarta, Kamis (6/2).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Pekerja sedang menyajikan makanan di restoran siap saji Sushi Bar yang baru meraih sertifikasi halal dari LPPOM MUI, Jakarta, Kamis (6/2). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abdul Jamil mengaku tak tahu menahu ihwal sikap Kemenkes RI yang meminta agar pembahasan RUU Produk Halal ditunda. Termasuk argumentasi apa yang membuat Menkes Nafsiah Mboi menyatakan pemikiran itu.

Padahal, katannya, jaminan produk halal tersebut penting dan wajib hukumnya bagi umat Islam. “Harusnya Kemenkes mendukung,” tegas Jamil, baru-baru ini.

Sebelumnya MUI dituding menerima upeti dari pengurusan sertifikasi halal tersebut. Untuk diketahui, RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 itu masih belum selesai pembahasannya sampai sekarang. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang serius oleh anggota DPR periode 2009-2014 .

Dalam Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal ini, selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VIII DPR RI maupun pemerintah akhirnya RUU tersebut tak kunjung disahkan.lembaga fatwa,” tandas Dirjen Bimas Islam Abdul Jamil di Bengkulu, Ahad (1/3).

Menurut Jamil, bila nanti soal penentuan sertifikasi halal berada di bawah pemerintah maka diharapkan akan mampu memotong atau mengurangi biaya sertifikasi halal. Hal ini karena seluruh proses sertifikasi dan termasuk juga pada soal penyediaan sumber daya manusia  akan dibiayai oleh negara secara proporsional. Keterlibatan MUI dalam pembahsan fatwanya pun akan mendapatkan dukungan dana.

"Maka ini nantinya juga akan meringankan beban pelaku usaha terhadap biaya sertifikasi halal itu sendiri. Dan, itu sangat penting untuk memberikan jaminan hukum halal bagi masyarakat. Sebab, selama ini ada pelaku usaha yang merasa masa bodoh dengan sertifikasi halal itu, karena dianggap mahal dan sebagainya,” tambahnya.

Pada prinsipnya, dengan di bawah pemerintah semua akan saling menguntungkan. Baik pemerintah, MUI, pengusaha, dan masyarakat sebagai konsumen. “Bahwa jaminan hukum halal itu penting bagi masyarakat muslim khususnya di tengah beredarnya berbagai jenis makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika dan sebagainya,” tutur Jamil.

Menyinggung Kemenkes RI yang meminta agar pembahasan RUU Produk Halal tersebut ditunda, Jamil menyatakan tidak tahu mengenai dasar alasan yang membuat aMenteri Kesehatan Nafsiah Mboi bersikap seperti itu. Padahal, jaminan produk halal tersebut penting dan wajib hukumnya bagi umat Islam. “Harusnya Kemenkes mendukung,” pungkasnya.

Sebelumnya MUI dituding menerima upeti dari pengurusan sertifikasi halal tersebut, Untuk diketahui, RUU Jaminan Produk Halal yang diusulkan atas inisiatif DPR sejak 2006 itu masih belum selesai pembahasannya sampai sekarang. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang serius oleh anggota DPR periode 2009-2014 ini.

Dalam Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal ini, selain mengatur mengenai tarif dan PNBP, juga akan mengatur mengenai lembaga yang akan memberikan sertifikasi halal. Usulan mengenai lembaga inilah yang menciptakan perdebatan panjang di internal Komisi VIII DPR maupun pemerintah akhirnya RUU tersebut tak kunjung disahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement