REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Umat Islam di Bali harus bersatu menangani kasus larangan berjilbab.
JAKARTA — Komisi Nasional (Komnas) HAM siap membantu memediasi penyelesaian kasus pelarangan jilbab terhadap siswi sekolah di Bali.
Pelajar Islam Indonesia (PII) menyebutkan, 40 sekolah memberlakukan larangan pemakaian jilbab, baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution, upaya menuntaskan masalah ini harus dibantu. “Sebab, jilbab bagian dari kebebasan beragama yang merupakan hak dasar. Ini perlu dibela,” katanya, Rabu (26/2).
Pengurus Besar (PB) PII telah mengirimkan surat pengaduan ke sejumlah pihak. Mereka meminta audiensi dengan kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Namun, tak kunjung memperoleh jawaban. Demikian pula surat ke Kemendikbud, Kemenag, dan Komisi X DPR.
Maneger mengaku baru mengetahui PII melayangkan surat ke sejumlah institusi tersebut. Menurut dia, ini merupakan langkah tepat untuk meminta kejelasan informasi dan penyelesaian masalah pelarangan jilbab dari semua lembaga itu.
Karena belum juga ada respons, Maneger menyarankan PII mengirimkan surat kembali ke mereka. Jika tiga kali berkirim surat tidak juga ada tanggapan, PII silakan melapor ke Komnas HAM. “Kami siap memediasi dan membantu karena ada akses informasi terhambat.”
Pada 19 Februari, Maneger datang ke Bali. Ia bertemu dengan pengurus PII di Bali dan Anita Whardani, siswi SMAN 2 Denpasar yang pernah dilarang memakai jilbab. Namun, kini Anita sudah diperbolehkan berjilbab ke sekolah.
Maneger pun menemui pejabat Pemerintah Provinsi Bali. Mereka sempat menanyakan dari mana Komnas HAM memperoleh laporan mengenai kasus jilbab ini. Saat itu, ia menegaskan kedatangan Komnas HAM ke suatu wilayah tak harus karena ada laporan.
Lagi pula, Komnas HAM memantau kasus pelarangan jilbab di Bali. Di sisi lain, Maneger meminta semua umat Islam di Bali bersatu. Sebab, ia melihat PII saja yang bergerak. Isu jilbab merupakan hal strategis karena tak hanya kepentingan satu lembaga, tetapi juga umat Islam.
“Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi, memang harus melibatkan semua komponen,” ungkap Maneger. Menurut dia, pada Maret, Komnas HAM berencana mengundang Kemenag dan Kemendikbud.
Pertemuan bertujuan membicarakan banyak hal. Termasuk, kata Maneger, tentang jaminan terpenuhinya kebebasan beragama di sekolah. Di dalamnya mengenai pemakaian jilbab oleh siswi Muslim di tempat mereka belajar.
Menurut anggota Komisi X DPR Herlini Amran, mestinya Kemendikbud menindak tegas sekolah yang melarang jilbab. “Ini harus segera diselesaikan agar tak memengaruhi kondisi masyarakat. Jangan sampai masyarakat resah karena isu ini,” katanya.
Ia semula akan mempertanyakan kasus ini saat rapat kerja komisi dengan Kemendikbud. Namun, rapat yang harusnya berlangsung pada Rabu (26/2) ditunda. Ia mengaku belum mendengar adanya surat ke Komisi X yang dikirimkan PII.
Hingga saat ini, ia belum tahu apakah surat itu sampai atau tidak. Karena itu, ia menyarankan PII mengirim ulang surat tersebut. Ia juga menyatakan bisa saja mengundang PII ke komisi. Tentu saja kalau pimpinan komisi menyetujui usulan itu.
Masalahnya, kata Herlini, saat ini pimpinan dan anggota Komisi X masing-masing sibuk. “Apalagi, menjelang masa reses,” katanya.