REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Banyak tokoh belum bisa membaca Alquran apalagi mengamalkannya.
JAKARTA - Alquran selama ini masih sekadar dibaca dan dihafal oleh umat Islam. “Kitab suci ini tidak dipahami sehingga tidak digunakan, diamalkan, dan didakwahkan,” kata Wakil Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) Mukhlis Hanafi, Ahad (16/2).
Perilaku semacam itu menjadikan umat Islam tak menjalankan ajaran dalam Alquran. Mukhlis berpandangan banyak faktor yang membuat umat tidak tergerak mengamalkan ajaran Alquran. Salah satunya, kondisi masyarakat yang selalu berkembang dan dipengaruhi zaman.
Masyarakat menjadi abai terhadap Alquran. Sedangkan, faktor dari dai dan ustaz menurutnya sudah baik. Mereka sudah berusaha untuk mengajarkan Alquran melalui dakwahnya. “Saat ini yang perlu dikembangkan adalah membangun masyarakat sadar Alquran.”
Menurut Mukhlis, mengamalkan Alquran bermula dari cara memahaminya. Umat Islam perlu membangkitkan rasa khusyuk. Selanjutnya menadaburi Alquran sehingga muncul respons terhadap ajaran Alquran.
Seperti yang telah dijelaskan dalam Alquran, respons yang muncul ketika seseorang mendengar ayat suci adalah hatinya bergetar dan bulu kuduknya berdiri. Hal ini, kata Mukhlis, akan menggerakkan hatinya dan mengamalkan Alquran.
Bagi mereka yang belum mengerti arti ayat-ayat suci, membaca Alquran beserta terjemahannya menjadi pintu masuk untuk memahaminya. Cara lain yang perlu diperluas lagi adalah mendalami tafsir komprehensif.
“Tapi, dalam memahami tafsir, seorang Muslim perlu berkonsultasi dengan orang yang kompeten dalam ilmu tafsir,” kata Mukhlis.
Secara terpisah, Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Achmad Satori Ismail melihat kondisi bangsa, umat, dan pemimpin Indonesia dalam keadaan sedang menjauhi Alquran. Ini bisa dilihat dari sekolah-sekolah negeri yang tak menggerakkan siswanya membaca Alquran.
Padahal, mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Para tokoh masyarakat juga masih banyak yang belum bisa membaca Alquran, apalagi mengerti dan mengamalkannya. Kondisi ini harus diakui terjadi. Masyarakat cenderung lebih suka mendengarkan Alquran.
Masyarakat juga kelihatannya lebih senang dengan urusan duniawi. Setelah shalat Subuh atau Maghrib, yang harusnya diisi dengan membaca Alquran, diganti dengan menonton televisi. Ia mengaku, siswa sekolah agama dan pesantren sudah mahir membaca Alquran.
Namun masalahnya, mereka masih jauh dari upaya memahami isinya. Di pesantren tradisional, santrinya cenderung apa adanya saja dan mengikuti ustaznya. Artinya, pengajaran yang disampaikan kurang berkembang.
Majelis taklim yang tersebar di lingkungan masyarakat juga tidak menjamin umat mampu membaca Alquran. Penyebabnya, majelis taklim tidak memiliki kurikulum dan surah Alquran yang sering dibaca adalah Yasin. Akibatnya, Alquran tidak dipahami.
Alquran telah memprediksi umat Islam akan jauh dari kitab suci ini. Kini terbukti, umat tak mendengarkan ayat suci saat dibaca, tidak meyakini isinya, tidak menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dan tidak lagi menjadikan Alquran sarana penyembuh dari sisi kejiwaan.
Memperingati 10 tahun berdirinya PSQ dan milad ke 70 pendirinya, Quraish Shihab, lembaga ini menggelar konferensi internasional studi Alquran. Konferensi ini mengusung tema Grounding the Quran: Towards Transformative Quranic Studies.
Konferensi berlangsung pada 15 hingga 16 Februari 2014 di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Sebanyak delapan akademisi dari dalam dan luar negeri menjadi pembicara dalam konferensi ini.
Pada Ahad atau pelaksanaan konferensi hari kedua, diisi dengan presentasi 70 makalah dari dosen dan mahasiswa mengenai isu-isu terkait Alquran. Acara berakhir pukul 13.00 WIB.