Rabu 12 Feb 2014 16:43 WIB

Rona Islam di Christmas Island (2)

Abdul Ghaffar, salah seorang imam masjid di Christmas Island.
Foto: Themuslimtimes.org
Abdul Ghaffar, salah seorang imam masjid di Christmas Island.

Oleh: Afriza Hanifa

Pemerintah setempat menerapkan libur untuk hari besar tiap etnis dan umat beragama. Dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha pun ditetapkan menjadi hari libur.

Beragam festival budaya Islam pun diizinkan untuk digelar. Sebagaimana di Indonesia dan Malaysia, umat Islam di Christmas Island pun menggelar perayaan Islam tradisional.

Peringatan hari kematian, pengajian, khitanan, syukuran, dan perayaan lain pun kerap dihelat warga Muslim.

Ada pula tradisi Muslim lainnya di pulau Samudra Hindia tersebut, yakni kewajiban mengenakan baju Muslim atau yang menutup aurat bagi setiap pengunjung kawasan Kampong.

Aturan tersebut telah membudaya dan tak ada yang merasa keberatan. Muslim setempat yang memang didominasi Melayu terbiasa mengenakan sarung, baju koko, dan peci. Beberapa di antara mereka pun mengenakan gamis yang umumnya berwarna putih. Nyaris tak ada perbedaan dengan Muslim di Indonesia ataupun Malaysia.

Jalur perdagangan

Awal mula masuknya Islam ke pulau ini sangat erat kaitannya dengan aktivitas perdagangan bangsa Melayu dari Asia Tenggara. Dimulai pada abad kelima Masehi, bangsa Melayu sudah aktif bepergian ke seberang lautan untuk berdagang.

Hingga abad ke-15, kegiatan perdagangan terus mereka lakukan meski saat itu telah memasuki era kolonial. Dari aktivitas perdagangan itulah terjadi eksodus bangsa Melayu dari Nusantara, termasuk Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, dan Filipina.

Selain perdagangan, eksodus bangsa Melayu itu juga terjadi akibat aksi pembuangan budak dan pengasingan politik yang marak sekitar abad ke-17.

Isu pencari suaka di Christmas Island mulai mencuat pada 1980-an dengan mendaratnya sejumlah kapal imigran pencari suaka dari kawasan Asia. Sejak itu, semakin banyak kapal pengangkut para pencari suaka yang mendarat di pulau ini. Pada 2001, begitu banyak pencari suaka asal Timur Tengah.

Dalam setahun, tercatat lebih dari 6.500 pengungsi meminta suaka Australia. Sebagian besar dari mereka berasal dari Irak, Afghanistan, dan Sri Lanka. Selama ini, Australia memang menghadapi masalah pelik terkait pencari suaka. Merasa perlu bertindak tegas, Australia kemudian membangun sebuah pusat penahanan imigran di Christmas Island.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement