Selasa 11 Feb 2014 20:55 WIB

Terpikat Kisah Malcolm X (2)

Ilustrasi
Foto: Wallpoper.com
Ilustrasi

Oleh: Afriza Hanifa

Meski berdarah Yahudi, Sara mengakui, keluarganya bukanlah penganut agama Yahudi yang taat.

Kakeknya merupakan Yahudi murtad yang beralih ke agama Mormonisme. Ibunya pun seorang misionaris Mormon. Namun, keduanya bahkan seluruh keluarganya tak benar-benar meyakini agama manapun, namun tak pula mengakui sebagai penganut ateis.

“Jadi, aku dibesarkan tanpa agama mana pun dengan benar, kecuali apa yang aku kira menjadi budaya Australia, seperti pergi ke sekolah Minggu dan sebagainya,” kenang Sara.

Saat beranjak dewasa, Sara pindah ke Sydney untuk kuliah dan bekerja. Di sanalah ia menonton Malcolm-X, sebuah film yang mengawali perjalanan panjangnya mengenal Islam.

Sepucuk undangan

Beberapa tahun setelah menonton film itu, Sara belum benar-benar menemukan kesejatian Islam.

Namun, ia menjadi penggemar berat sosok Malcolm-X yang notabene seorang Muslim. Ia pun terus bertanya-tanya dan penasaran akan agama Islam. Namun, pernikahannya dan kesibukan berkeluarga melupakan sejenak rasa penasaran Sara.

Hingga suatu hari, ia mendapat undangan untuk menghadiri kegiatan “Hari Dakwah” yang diselenggarakan sebuah komunitas Muslimah.

Kegiatan ini bertujuan menjembatani kesenjangan antara Muslim dan non-Muslim, terutama menyusul merebaknya kesalahpahaman terhadap Islam pascaperistiwa 11 September.

Mendapati undangan dari sebuah milis (mailing list) tersebut, Sara pun teringat kembali akan ketertarikannya pada Islam. “Aku pun mengikuti kegiatan itu,” katanya.

Tiba di lokasi acara, Sara mendapati seluruh wanita mengenakan jilbab. Bahkan, wanita pertama yang menyambutnya di depan pintu memakai burqa hingga seluruh tubuhnya tertutup.

Namun, ia tak merasa terganggu. “Justru setiap saya melihat wanita yang mengenakan burqa atau niqab (cadar), saya menilai ia seorang yang amat religius,” ujar ibu dua anak itu.

Sara mengikuti acara dari awal hingga usai. Ia terhanyut dengan pengetahuan Islam yang ia dapatkan di sana. Sebuah pengetahuan yang menurutnya tak mungkin diperoleh di bangku pendidikan.

Sebuah pengetahuan yang sangat berharga, layaknya harta karun yang selama ini tak pernah dilihatnya. Ia benar-benar mendapat hari yang sangat menakjubkan.

Rasa takjub Sara pun memuncak saat di bacakan ayat-ayat Alquran. Saat itulah, ia merasa menyesal mengapa selama ini tak pernah membaca kitab suci umat Islam ini, padahal telah banyak buku agama yang ia baca.

“Aku merasa ingin menangis. (Alquran) begitu indah. Ia adalah hal paling suci yang pernah kudengar,” ujarnya lirih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement