Selasa 11 Feb 2014 18:25 WIB

Terpikat Kisah Malcolm X (1)

Ilustrasi
Foto: Wallpoper.com
Ilustrasi

Oleh: Afriza Hanifa

Ia terkesan dengan cara pemakaman jenazah Muslim yang sederhana.

Malcolm-X. Siapa tak kagum dengan sosok pria Afro-Amerika Muslim ini dalam memperjuangkan hak warga kulit hitam. Dia juga dikenal sebagai tokoh antirasisme yang menginspirasi banyak orang.

Meski telah wafat sekitar 48 tahun silam, buku dan film biografinya mengekalkan visi antirasisme dan nilai humanis Islam yang ia seru selama hidupnya. Sara, wanita Australia keturunan Yahudi, adalah salah seorang yang mendapat semangat sang Malcolm.

Saat itu, Sara baru berusia 22 tahun. Bersama teman-teman kuliahnya, ia menonton film Malcolm-X yang dirilis pada 1992. Selama film diputar, tak ada yang dirasakan Sara kecuali rasa kagum.

Ia bahkan berlutut selama berjam-jam di sebuah lorong sepulang menonton film, mematung dan tak mampu bergerak apalagi berkata-kata. “Saat itu aku benar-benar sangat tersentuh hingga berlutut di lorong jalan. Aku tak tahu mengapa melakukan itu… yang kuingat, aku melakukan itu karena sangat tersentuh,” tutur Sara.

Dalam film itu, ia mengaku sangat terkesan dengan adegan yang mengisahkan perjalanan Malcolm ke Tanah Suci. Saat berhaji, Malcolm yang sebelumnya menganggap warga kulit putih adalah setan, menyadari bahwa di hadapan Allah seluruh bangsa baik kulit putih maupun hitam adalah sama.

Mereka sama-sama menyerahkan diri, beribadah kepada-Nya. Malcolm pun menyadari bahwa memperjuangkan hak warga kulit hitam bukanlah dengan membenci warga kulit putih.

“Perjalanan haji telah membuka cakrawala berpikir saya. Saya melihat hal yang tidak pernah saya lihat selama 39 tahun hidup di Amerika Serikat. Saya melihat semua ras dan warna kulit bersaudara dan beribadah kepada satu Tuhan tanpa menyekutukan-Nya,” kata Malcolm dalam film itu.

“Kebenaran Islam telah menunjukkan kepadaku bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang putih adalah sikap yang salah. Sama halnya jika sikap yang sama dilakukan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam.”

Ada dua hal yang membuat Sara tersentuh oleh kata-kata itu. Pertama, seorang tokoh besar seperti Malcolm mengakui kesalahannya terkait pandangannya mengenai kulit putih. Kedua, fakta yang diungkap Malcolm bahwa tak ada perbedaan etnis dalam Islam.

“Aku terkesan dengan kerendahan hatinya. Aku juga terkesan pada fakta ketika ia (Malcolm) pergi ke Makkah dan berujar, ‘Wow, di sini adalah tempat kesetaraan ras.’ Hal itu benar-benar menginspirasiku,” ujar Sara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement