Senin 03 Feb 2014 21:12 WIB

Modernitas Kordoba di Abad ke-9

Masjid Agung Kordoba, Spanyol yang kini dialihfungsikan menjadi Gereja Katedral
Foto: Los Angeles Times
Masjid Agung Kordoba, Spanyol yang kini dialihfungsikan menjadi Gereja Katedral

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah

Kordoba adalah pusat pamer Andalusia.

Akhir abad VIII, di luar Istana Hisyam I (qasr) Kordoba mungkin tampak seperti di planet lain jika dilihat para pembesar di Aachen.

Qasr yang baru diselesaikan persis pada saat Sang Elang Quraisy (Abdurrahman al-Dakhil) memerintahkan peletakan fondasi untuk Masjid Agung Jumat.

Lokasi qasr tidak jauh dari pemandian umum. Di dekatnya terdapat pasar sentral, tempat komoditas dasar, seperti roti, sayuran, buah, minyak, domba, perangkat logam dari Damaskus, sutra Cina, kulit dan perhiasan, budak, serta barang lain kebutuhan perekonomian dunia Muslim.

Dari jendela qasr, Hisyam beserta putra dan penggantinya, al-Hakam I (796-822 M), menyaksikan pemandangan yang didominasi kemajuan sosial dan kemakmuran ekonomi yang berkelanjutan.

Di lorong-lorong sempit dan panjang di jalanan kota, ahli obat-obatan Sephardic, pandai besi Visigoth, dan ahli bedah Yunani menawarkan jasa.

Taman-taman publik yang mengesankan pada musim-musim tertentu mengeluarkan keharuman khas jeruk dan lemon yang menjadi kekhasan standar.

Dataran panjang Guadalquivir yang dilimpahi irigasi kincir air dipenuhi perkebunan gandum, rye, barley, dan pohon zaitun di seluruh penjuru. Intinya, Kordoba adalah pusat pamer Andalusia.

Meskipun kekuatan militer Andalusia dikalahkan kekuatan Frankland, wirausaha emirat yang diperkuat pasar, kepercayaan, budaya, dan kelas menempatkan Kordoba pada jalur kosmopolitan di Eropa sejak jatuhnya Romawi.

Satu abad setelah kematian Sang Elang, jalan-jalan sempit Kordoba akan terbuka dan diterangi obor. Banyak yang berjalan dengan mengenakan sepatu nyaman bersol gabus, alas kaki terbaru yang diimpor dari Timur.

 

Banyak losmen dan pondokan untuk mengakomodasi pelancong yang berbisnis. Catur, hobi favorit Harun al-Rasyid, akan menjadi kegemaran orang Andalusia pada 820-an. Kapan persisnya catur mengalami revolusi mengejutkan di Semenanjung Iberia, tak ada yang dapat memastikan.

Kordoba abad kesembilan merupakan purwarupa modernitas dalam segala hal. Kelas profesionalnya, selain ulama, imam, dan rabi, ada bermacam-macam. Misalnya, pengacara, arsitek, astronom, dokter, birokrat, dan penjahit.

Sebagian besar kegiatan warganya berkisar dari unjuk kekayaan secara mencolok hingga pamer pengetahuan. Kelompok eksentrik dan dogmatis pun tidak sedikit.

Mistik, puritanisme Islam, dan fanatik Katolik ada di sini. Masjid berlimpah. Arsitektur masjid biasanya dimodelkan pada Masjid Agung Sang Elang.

David Levering Lewis dalam God Crucible: Islam and the Making of Europe menyebutkan, meski jumlahnya kecil, perempuan keturunan ningrat Kordoba berpartisipasi dalam penyebaran pengetahuan. Salah satunya dilaporkan telah mengumpulkan sejumlah besar koleksi perpustakaan sendiri.

Ketika Hisyam I menggantikan Abdurrahman al-Dakhil pada 788 M, saingan kuatnya adalah seseorang berusia 46 tahun yang masih berkuasa penuh atas pengikutnya. Rakyat Hisyam mengetahui dia adalah orang yang taat.

Dia memberi makan orang miskin dengan tangannya sendiri dan sering melakukan kunjungan pada malam hari sambil membawa Alquran dan obat-obatan untuk orang sakit.

Meski ia sangat saleh untuk ukuran orang Umayyah, Hisyam juga lebih dari ayahnya dalam menempatkan agama sebagai media politik.

Perang besar

Charlemagne telah membuat kesalahan serius dalam mengerahkan sebagian besar pasukannya untuk melawan Avar pada musim panas 791 M. Toledo senantiasa berada di puncak perlawanan bersenjata.

Para pemuka Berber di Zaragoza menggelegak. Tujuan Hisyam adalah memobilisasi bangsa ke dalam perang suci melawan kaum Frank dan negara-negara Kristen kecil.

Hal itu belum pernah dilakukan sejak zaman Al-Ghafiqi dan Uqbah ibn al-Hajjaj pada 732 M. Selain itu, jihad adalah kewajiban yang dititahkan amirulmukminin.

Pada musim semi 793 M dua pasukan besar diperintahkan dua keturunan Mugits al-Rumi yang secara bersamaan memasuki kerajaan Katolik Asturia di utara dan Navarra di timur laut.

Yang pertama memasuki Asturia dengan kekuatan yang akan diingat sebagai pelajaran oleh penduduknya selama beberapa dekade. Yang kedua, menembus Septimania dan Languedoc setelah Abdul Malik dari garis Mugits (wazir dan komandan militer Hisyam), meruntuhkan pertahanan Navarra yang tak terkalahkan.

Charlemagne dan tentaranya memerangi Avar di Hungaria. Count William dari Toulouse bergegas mencegat para penjajah dan memosisikan orang-orangnya di seberang garis serangan mereka.

William Hidung Pendek kehilangan nyawanya di tepi Orbieu, sebuah sungai di sekitar pertengahan antara Narbonne dan Carcassonne. Yang tersisa dari pasukannya bergegas mundur mencari selamat ke Narbonne. Dampak psikologis dari kemenangan Saracen mengerikan bagi Europenses.

Frankland atau Francia hampir tak berdaya. Wazir Abdul Malik dan stafnya memutuskan untuk mundur ke Pyrenees (Pyrenia) sebelum Charlemagne mengirimkan pasukan besar melawan mereka. Para pemenang memasuki Kordoba dengan gerbong barang penuh sandera dan harta senilai 700 ribu emas franc.

Di Andalusia, kehadiran banyak orang kian mempertegas sosok dan kebijakan Hisyam dengan kegembiraan yang belum pernah tampak sebelumnya. Hisyam pun menambahkan menara muazin di Masjid Agung dan meningkatkan benteng kota dengan biaya dari hasil kemenangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement