Senin 03 Feb 2014 02:13 WIB

Anggito: Haji Itu Madrasah Terbaik

Anggito Abimanyu
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Anggito Abimanyu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yeyen Rostiyani

YOGYAKARTA -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Anggito Abimanyu mengatakan haji adalah madrasah terbaik untuk mencari Allah.

''Saya ini mualaf dalam perhajian,'' ujar Anggito dalam peluncuran buku yang ditulisnya berjudul Tangan Tak Terlihat, di Asrama Haji Yogyakarta, Sinduadi, Mlati Sleman, Jumat (31/1).

Peluncuran buku itu juga dihadiri Bupati Sleman Sri Purnomo, Rektor UGM Prof Pratikno, Rektor UII Prof Edy Suandi Hamid, Kakanwil Kemenag DIY Maskul Haji, dan pengurus KBIH se-DIY.

Anggito pun memaparkan alasannya memilih judul Tangan Tak Terlihat untuk buku yang ditulisnya. Dalam ekonomi ada istilah invisible hand atau tangan tak terlihat yang menyebutkan pasar akan mencapai keseimbangan dengan sendirinya tanpa campur tangan.

''Meskipun kemudian dibantah karena adanya kegagalan pasar oleh para penganut paham Keynes,” urai Anggito. Namun, dalam haji, diyakini banyak tangan tak terlihat atau hidayah, bahkan kemustahilan dalam perjalanan ibadah haji.”

Menurut Anggito, buku itu menuturkan banyak kisah yang ditangkapnya selama menjalankan ibadah haji hingga menerima amanah menjadi dirjen PHU.

Pertemuan dengan berbagai sosok serta perjuangan dalam mengurus masalah haji dituangkannya dalam buku tersebut. Menjadi Dirjen PHU adalah hidayah dari Tangan tak Terlihat, katanya.

Ia pun menuturkan perjalanan yang mengantarkannya menempati jabatan tertinggi untuk urusan haji dan umrah se-Indonesia tersebut.

Proses itu ternyata diwarnai pula hal-hal yang unik, seperti ketika merujuk Menteri Agama Suryadharma Ali, Anggito berkali-kali keliru menyebut sang menteri sebagai menteri koperasi dan UKM.

''Maaf, buku ini ditulis tidak berstruktur, tapi ditulis mengalir begitu saja,'' kata Anggito. Tak hanya pengalaman spiritual, Anggito juga bertutur tentang kisi-kisi penyelenggaraan haji, termasuk saat mendapat ujian pemotongan kuota haji sebesar 20 persen.

Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Pratikno juga mengomentari penunjukan Anggito menjadi dirjen PHU. Banyak orang yang memang terkejut saat beliau (Anggito-Red) menjadi Dirjen PHU, termasuk di kalangan ekonom, tuturnya.

Namun, kata Pratikno, berdasarkan pengalaman pribadi, masalah-masalah haji itu memang terkait pelayanan, pengelolaan anggaran, pendapatan, hingga soal kuota.

Semua itu harus dikelola lebih baik, lebih efektif, untuk pemberdayaan umat, kata Pratikno. Buku ini pun menjadi kejutan untuk Indonesia.

Rektor Universitas Islam Indonesia Prof Edy Suandi Hamid menilai buku Anggito ternyata tak lepas dari nuansa ekonomi meski ditulis dengan gaya enteng.

Judulnya saja masih meminjam terminologi yang sangat terkenal di kalangan ekonomi dalam buku The Wealth of Nation-nya Adam Smith, yaitu tangan tak terlihat (the invisible hand), kata Edy.

Edy juga menyoroti pesan-pesan moral, dakwah, kesan atas peristiwa, tuntunan haji, hingga berbagai kebijakan terkait haji yang dituangkan dalam buku tersebut. Salah satunya adalah permainan daftar tunggu haji yang konon kerap dipermainkan.

Namun, kata Edy, Anggito bisa menolak dengan halus permintaan tersebut. Bahkan, saya pun pernah ditolaknya pada 2012, kata Edy yang juga menyampaikan penghargaannya pada cara Anggito menuangkan catatan hariannya” sehingga menjadi buku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement