REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng tejomukti
Bantuan menyentuh pula non-Muslim
Kiprah lembaga amil zakat (LAZ) ternyata tidak hanya terbatas pada program-program pengentasan kemiskinan, LAZ juga tampil membantu korban bencana alam, bahkan berada di garis terdepan.
Direktur Utama Dompet Dhuafa (DD) Ahmad Juwaini mengatakan, bantuan siaga bencana dilakukan dengan berbagai program. Baik ketika bencana terjadi ataupun tahap pemulihan.
Saat bencana, pihaknya melibatkan sejumlah relawan, memberikan bantuan logistik, pengobatan, dan keperluan lainnya. “Termasuk proses evakuasi,” kata dia.
Ini, kata dia, seperti yang terlihat saat evakuasi korban banjir di Pati dan Kudus. Sejumlah korban yang masih terjebak banjir, dievakuasi menggunakan perahu kerat DD. Pihaknya juga menyediakan perlengkapan evakuasi darurat, seperti tenda, tikar, hingga peralatan dapur umum.
Bantuan yang diberikan, kata Juwaini, tak terbatas pada evakuasi, logistik, ataupun medis. Lebih dari itu, DD juga menggelar program bantuan lanjutan, baik selama masa pemulihan atau pascabencana usai. Seperti program pemulihan trauma melalui Sekolah Ceria. Ini disokong oleh beberapa relawan.
Menyangkut rekonstruksi rumah warga, lanjut dia, DD juga memberikan bantuan pembersihan hingga pembangunan kembali rumah, secara gotong royong. Dan terpenting, tentunya pemulihan ekonomi.
Hilangnya mata pencaharian akibat banjir, mengakibatkan ekonomi para korban merosot. Pihaknya membuka kesempatan pelatihan wirausaha, termasuk pengajuan rencana usaha dengan proposal untuk pemberian bantuan modal awal. “Kami tetap melakukan pendampingan saat mereka memulai usaha,” ujarnya.
Juwaini mencontohkan, korban bencana alam binaan DD yang lantas bangkit dan mandiri secara ekonomi cukup banyak. Bahkan, sukses membangun koperasi.
Saat ini, ada setidaknya 30 koperasi usaha khusus korban bencana. Dia memberikan contoh, program pemulihan ekonomi ini seperti yang terlaksana bagi korban jebolnya Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan.
Menurut Juwaini, proses bantuan dari awal bencana hingga pemulihan menelan waktu kurang lebih dua tahun. Pihaknya mengalokasikan dana khusus untuk korban bencana, tiap tahunnya.
Pada 2013, ungkap dia, misalnya, DD menganggarkan dana sebesar Rp 10 miliar untuk korban bencana. Dana tersebut sebagian besar diambil dari sumbangan incidental saat terjadi bencana.
Bila ternyata kurang, ditambah dengan dana kemanusiaan hasil sumbangan umum, baik sponsor perusahaan maupun perorangan.
Juwaini menegaskan, bantuan bencana tersebut tidak diskriminatif. Pihaknya membantu pula kalangan non-Muslim. Berbeda halnya peruntukan zakat yang khusus untuk Muslim.
CEO Rumah Zakat, Nur Effendy, mengatakan, RZ secara berkelanjutan memiliki program bantuan saat terjadi bencana hingga pascabencana.
Saat terjadi bencana RZ membantu evakuasi korban bencana, baik banjir, tanah longsor, gempa bumi, maupun erupsi gunung berapi.
Setelah mereka melakukan evakuasi, kata dia, pihaknya mendirikan posko bagi para pengungsi dan memenuhi segala kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal mereka sementara. “Biasanya waktunya tujuh hari pascabencana,” ujarnya.
Dia mengatakan, lewat dari satu pekan, RZ memberikan bantuan lanjutan. Bantuan bukan berupa logistik, tetapi upaya pemulihan perekonomian para korban.
Ada pula pengadaan air bersih dan sanitasi serta posko kesehatan. Selain itu, para relawan RZ bahu-membahu bersama semua elemen, untuk aksi bersih-bersih. Seperti bersih-bersih pascabanjir Jakarta.
Effendy menjelaskan, RZ menganggarkan secara khusus untuk korban bencana sebesar 10 persen dari dana kemanusiaan secara keseluruhan. Pihaknya juga membuka donasi khusus untuk sumbangan para korban.
Dia menegaskan, bantuan korban tersebut bersifat umum. Tidak hanya menyasar kalangan Muslim. Siapa pun yang membutuhkan pertolongan, tanpa memperhatikan asal-usulnya akan dibantu. “Bantuan kemanusiaan ini bersifat universal,” ujar dia.
Ke depan, papar Effendy, pihaknya memasang target bantuan bagi lima juta orang berdaya. Seluruh program dapat terintegrasi untuk memberdayakan masyarakat.
Pemberdayaan dimulai dari kelompok kecil, 10 hingga 20 orang per desa, meningkat ke kecamatan, kota, hingga provinsi. “Jangka panjang penduduk Indonesia akan berdaya seutuhnya,” tutur dia optimistis.