REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Lembah Para Raja merupakan situs kuno yang termasyhur di Luxor, Mesir selatan.
Tulang belulang seorang Firaun yang terlupakan digali di Mesir selatan, bulan ini. Firaun berusia 3.600 tahun itu menjadi salah satu penemuan penting di tempat pemakaman yang disebut Lembah Para Raja.
Penemuan Raja Senebkay adalah bukti kuat pertama dari Dinasti Firaun yang keberadaannya telah diduga arkeolog, tetapi tidak pernah terbukti.
Kepala tim arkeolog Josef Wegner yang memimpin penggalian menjelaskan, sekitar 20 makam Firaun kemungkinan berada tidak jauh dari makam Senebkay. "Ini adalah sesuatu yang muncul di Lembah Para Raja," ujar Wegner, seperti dilansir The Guardian, Rabu (22/1).
Lembah Para Raja merupakan situs kuno yang termasyhur di Luxor, Mesir selatan. Sekadar catatan, di situs ini juga menjadi makam Tutankhamun.
"Kami hanya berpikir, di sini ada beberapa makam raja. Sekarang, kami sedang mencari kemungkinan adanya 20 makam Firaun. Jangan-jangan, ada seluruh dinasti raja yang dikubur di sana," imbuh Wegner yang juga meneliti kota kuno Abydos selama lebih dari dua dekade.
Ketika memasuki makam Senebkay untuk pertama kalinya, Wegner menemukan makam itu telah dirusak para penjarah makam. Penutup muminya robek terpisah, beberapa hiasan makam dan pernak-pernik telah dihapus.
Namun, tim arkeologi Wegner dari University of Pennsylvania bekerja sama dengan Kementerian Benda Antik Mesir akhirnya mampu menyatukan sebagian besar kerangka Senebkay. Sayangnya, tulang rahangnya hilang.
Mereka kemudian menguraikan namanya dari suatu bagian tulisan hieroglif di dalam makam. Analisis lebih lanjut mengungkapkan, Senebkay terbilang sosok yang jangkung pada masanya. Dia adalah seorang laki-laki dengan tinggi 178 cm. Diperkirakan, ia meninggal pada akhir 40-an.
Sebelumnya, sempat beredar nama Senebkay yang salah eja. Wegner mengatakan, ini adalah pertama kalinya tim mendengar tentang Firaun ini.
"Kami cukup bingung selama dua hari. Itu adalah nama seorang raja yang tidak muncul dalam sejarah, jadi kita tidak tahu siapa dia pada awalnya," kata Wegner kepada Daily Pennsylvania.
Penemuan Senebkay menegaskan, untuk pertama kalinya keberadaan dinasti ketiga Firaun yang memerintah daerah kerajaan antara utara dan selatan Mesir pada sekitar 1600 sebelum Masehi.
Kedua kerajaan terakhir bersatu kembali pada abad berikutnya. Tapi, keberadaan dinasti ketiga menunjukkan hubungan mereka yang retak dan penggabungan berikutnya yang mungkin lebih kompleks daripada yang diperkirakan.
Arkeolog Denmark Kim Ryholt pertama kali berteori tentang keberadaan dinasti yang hilang pada 1997. Tetapi, sampai sekarang tidak ada bukti fisik yang ditemukan. Beberapa arkeolog meragukan hipotesis ini.
"Semua orang sangat skeptis tentang hal itu, termasuk saya. Tapi, tiba-tiba kami memiliki makam baru yang menawarkan wawasan baru ke dalam sejarah Mesir. Kami benar-benar terpesona oleh penemuan tersebut. Ini benar-benar luar biasa, " kata Kepala Institut Arkeologi Austria di Kairo Irene Forster Mueller.
Ryholt mengaku gembira dengan penemuan Senebkay itu. "Tapi, saya tidak akan menyebutnya sebuah pembenaran, " kata dia.
Ryholt memuji tim Amerika karena merekonstruksi tulang Senebkay. Menurutnya, itu adalah salah satu kasus langka karena mereka benar-benar dapat memeriksa sisa-sisa fisik seorang penguasa dan mereka-reka bagaimana penampakannya.
Ryholt dan Wegner juga menekankan, penemuan itu bisa menunjukkan tentang intrik politik periode tersebut.
Sebelumnya, mereka hanya memiliki bukti fragmentaris kemungkinan adanya sebuah kerajaan terpisah yang hidup berdampingan antara dua kerajaan saingan utara dan selatan.
Sekarang, arkeolog sudah mendapat kepastian adanya kerajaan tersebut. Mereka sedang mencari tahu peran kerajaan itu.
Makam Senebkay yang tidak dibuat dengan halus mungkin menunjukkan kurangnya kekuasaan finansial. Beberapa isi makam bahkan mungkin telah dicuri atau ditimbun kuburan Firaun lainnya.
Situs ini pertama kali ditemukan ahli Mesir legendaris, Flinders Petrie, sejak 1902. Tapi, dia tidak pernah menggalinya.
Mungkin, karena ukuran makam yang sederhana sehingga ia tidak mengungkap isinya. Kini, komunitas arkeologi Mesir berharap ada bukti-bukti baru yang mereka temukan.
Pembuatan Mumi
Pembuatan mumi di Mesir telah berumur lebih dari 5.000 tahun. Mula-mula, embalmers, orang yang bertugas membuat mumi, akan mengeluarkan organ-organ dalam tubuh yang dapat membusuk dan menyisakan organ yang paling penting.
Organ yang paling pertama dikeluarkan adalah otak. Setelah otak, barulah organ dalam tubuh. Untuk mengawetkan bagian dalam tubuh mumi, embalmers akan membasuh isi tubuh dengan natron dan anggur.
Natron adalah semacam senyawa campuran garam dan soda yang biasa ditemukan di oasis Natron, dekat Kairo.
Tubuh mumi selanjutnya dibaluri dengan getah damar dan minyak wangi. Pemberian minyak wangi hanya berlaku bagi jenazah para raja. Setelah itu, barulah tubuh mumi dibalut dengan kain linen yang amat panjang.
Mumi yang sudah jadi akan dimasukkan ke dalam peti mati. Bagi para raja, peti mereka terbuat dari batu dan berlapis-lapis.
Sedangkan, peti mati rakyat biasa terbuat dari kayu. Total waktu pembuatan mumi pada raja-raja atau bangsawan memakan waktu 70 hari.