REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imron Baehaqi
Utang-piutang merupakan salah satu bentuk muamalah yang dibolehkan dalam Islam. Tentu selama maksud dan tujuannya positif, didasari prinsip kerja sama dan tolong menolong, tanggung jawab, serta digunakan sesuatu yang mendatangkan faedah atau maslahat.
Selain itu, utang itu dipastikan terhindar dari segala bentuk penipuan, pengkhianatan, penzaliman, dan unsur-unsur negatif lainnya. Jika semua prinsip itu bisa dipegang, niscaya utang-piutang membawa keberkahan.
Banyak orang yang bangkit dan bahkan menjadi pengusaha sukses di antaranya adalah karena diawali dengan berutang.
Namun, harus dicatat, langkah mereka terukur dan mampu menjaga prinsip, terutama kerja keras dan bertanggung jawab dalam melunasi utangnya.
Sebaliknya, apabila prinsip itu diabaikan, malas bekerja dan enggan melunasi utang, bisa dipastikan menimbulkan keburukan yang tidak bisa dianggap remeh dan sepele. Untuk mencegah hal buruk terkait utang-piutang, Alquran memberi panduan dalam QS Al-Baqarah:282.
Ayat ini mewajibkan tertib administrasi dalam utang-piutang. Besar kecil jumlah utang tetap harus dicatat dengan baik dan benar.
Bahkan, harus menghadirkan dua orang saksi yang adil. Di samping itu, transaksi utang-piutang hendaknya disertai rasa takut kepada Allah SWT.
Di sisi lain, Nabi Muhammad SAW juga memberi peringatan sekaligus ancaman keras kepada orang yang melalaikan utangnya. ‘’Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, dia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat sebagai pencuri.” (HR Ibnu Majah).
Hadis lain menyatakan, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni Allah kecuali utangnya.” (HR. Muslim). “Barang siapa yang mengambil harta manusia dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan mengancurkan dirinya.” (HR. Bukhari).
Singkatnya, mengabaikan utang dan berniat curang akan mengakibatkan keburukan sangat besar. Di dunia saja, keburukan itu dapat dirasakan yang ditandai penderitaan hidup, kebangkrutan, kegelisahan dan ketidaktenangan.
Apalagi di akhirat, akibatnya jauh lebih besar dan menghinakan. Karena itu, Rasulullah SAW senantiasa memanjatkan doa agar terhindar dari persoalan utang. ‘’Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan lilitan utang.”
Peringatan buruknya utang ini hendaklah menarik perhatian kita semua. Terutama bagi pemerintah sebagai pengelola negara. Negara kita yang terkenal dengan kekayaan alamnya, masih terlilit utang yang sangat besar.
Hingga September 2013, utang pemerintah sudah mencapai angka Rp 2.273.76 triliun. Konon kabarnya, pada tahun ini pemerintah akan menambah lagi pinjamannya sebesar Rp 215,4 triliun untuk menutupi defisit anggaran.
Jika hal ini diabaikan dan tidak ada kontrol dari masyarakat, lilitan utang negara dalam jumlah sangat besar tersebut akan mengakibatkan keresahan dan kebangkrutan nasional.
Apalagi penggunaannya kerap samar dan tidak jelas. Ditandai dengan gaya hidup hedonisme yang hampir merata di kalangan pejabat, adanya penyelewengan, dan korupsi secara nasional, dari tingkat pemerintah pusat hingga ke aparat desa.
Mudah-mudahan, kita termasuk orang-orang yang dilindungi dari lilitan utang dan pengaruh buruknya. Sekalipun terpaksa mesti berutang, hendaklah ia digunakan untuk keperluan yang bermanfaat, lalu mencatat dan melunasinya.