REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Program alokasi zakat yang inovatif sangat penting.
JAKARTA - Kesadaran berzakat di kalangan umat Islam masih perlu dipacu. Direktur Magnificence of Zakat (IMZ) Nana Mintarti menyatakan soal kesadaran inilah yang menjadi faktor belum tergalinya seluruh potensi zakat di Indonesia.
“Kesadaran spiritual harus dikuatkan,” kata Nana, Jumat (24/1). Ia menyatakan, perlu dakwah yang menekankan kaitan erat antara zakat dengan agama. Hingga, kemudian lebih banyak orang secara sadar mengeluarkan zakatnya.
Nana menuturkan, potensi zakat Indonesia Rp 217 triliun. Tapi, penghimpunannya bahkan belum mencapai setengah dari potensi tersebut. Menurut dia, dana zakat riil yang terkumpul pada 2013 tercatat baru Rp 1,8 triliun hingga Rp 2 triliun.
Menurut dia, zakat merupakan batas kekikiran seseorang. Pemberi zakat atau muzaki belum bisa dikatakan berderma kalau hanya menunaikan apa yang memang harus dilakukan. Apalagi, dilakukan dengan terpaksa.
Zakat itu menyucikan harta dan memang harus dilepaskan. Kewajiban tersebut senilai dengan shalat. “Pemahaman ini yang perlu dikuatkan,” kata Nana. Edukasi, imbaun, dan aturan menjadi faktor pendorong lain yang tetap harus ditempuh untuk mengoptimalkan zakat.
Nana melihat, pertumbuhan zakat di sejumlah lembaga zakat yang sudah lama berjalan masih berkisar 20-30 persen. Perlu ada manuver dan terobosan yang dilakukan badan amil zakat (Baznas) dan lembaga zakat lain agar jumlah pengumpulan lebih besar.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengenai Zakat, ujar dia, pengumpulan zakat harus dilakukan ormas. Baznas adalah penghimpun serta pengelola utama zakat. Lembaga zakat bisa membantu fungsi Baznas.
“Pilar utama memang di Baznas. Inisiatif lembaga zakat merupakan bentuk kepedulian agar penghimpunan dan pengelolaan zakat bisa lebih baik,” kata Nana. Ia menambahkan, selain masih menata kondisi internalnya, Baznas perlu membangun kepercayaan publik.
Ketua Forum Zakat (FOZ) Sri Adi Bramasetia mengakui pemahaman umat Islam memang menjadi kendala utama. Selama ini, mereka menganggap hanya ada satu jenis zakat, yaitu zakat fitrah. Padahal, ada yang lain, seperti zakat pertanian, peternakan, dan maal.
Persoalan kedua, kepercayaan para muzaki terhadap lembaga zakat dan pola donasi. Ia melihat, ada salah kaprah yang dilakukan umat Islam. Mereka berzakat kepada sanak keluarga. Ada juga memberikan zakat dengan mengumpulkan orang hingga berdesakan.
Mereka tak melakukannya lewat lembaga zakat atau badan zakat. Sebetulnya, ada keuntungan menyalurkan zakat lewat lembaga. Yaitu, keikhlasan muzaki terjaga dan lebih memberikan solusi. Dana yang terhimpun dialokasikan melalui beragam program pemberdayaan.
Ketua Umum Baznas Didin Hafiduddin menjelaskan, saat ini sedang berusaha keras meningkatkan penghimpunan zakat. Sosialisasi dan edukasi zakat dijalankan. “Lewat sosialisasi, kami sampaikan zakat adalah sarana meningkatkan kesejahteraan bangsa.”
Ia yakin, pada dasarnya tak ada yang menolak berzakat jika memiliki pemahaman yang benar atas zakat. Selain sosialisasi, Baznas membenahi petugas zakatnya atau amil. Termasuk perbaikan sistem, baik sumber daya maupun teknologinya.
Alokasi zakat dalam program inovatif, kata Didin, juga menjadi hal penting. Selain dalam bentuk konsumsi, zakat diwujudkan dalam pemberdayaan ekonomi mustahik. “Kami yakin, pada 2014 ini zakat di Indonesia lebih baik,” katanya.