REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menekankan perlunya sistem database yang terintegrasi untuk membangun dunia perzakatan.
Dengan demikian, dapat mendorong terwujudnya program zakat yang lebih terstruktur dan sistematis di negara ini.
Ketua Umum Baznas KH Didin Hafidhuddin mengatakan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki kesatuan database mengenai para pemberi zakat (muzaki) dan penerima zakat (mustahik).
"Karena itu, kami berencana membentuk sistem database yang terintegrasi secara nasional. Mungkin akan dimulai dari pembenahan database mustahik dulu," ujar kyai Didin di Balikpapan, Selasa (21/1).
Ia menuturkan, pemerintah mempunyai beberapa sumber data yang dapat digunakan untuk memetakan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Sebut saja, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), serta dari sumber-sumber lainnya.
Walau demikian, menurut Didin, semua itu masih perlu diverifikasi, sehingga bisa diketahui mana yang paling relevan dengan masalah zakat.
"Di antara mustahik itu kan ada fakir dan miskin. Pengertian miskin menurut versi pemerintah mungkin memiliki sedikit perbedaan bila dibandingkan dengan konsep dunia zakat," ujarnya.
Dengan adanya database yang terintegrasi, kata Didin lagi, ia berharap ke depan tidak ada lagi tumpang tindih mustahik dalam penyaluran zakat.
Untuk mewujudkan rencana itu, Baznas akan membangun beberapa infrastruktur penunjang. Salah satunya adalah sistem teknologi informasi (IT) online yang beroperasi secara nasional.
Direktur Pelaksana Baznas Teten Kustiawan mengungkapkan, pembangunan sistem IT database online ini nantinya membutuhkan anggaran Rp 7 miliar.
Besaran tersebut sudah mencakup biaya sosialisasi dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang bakal mengopersikan sistem tersebut.
"Anggaran untuk pembangunan sistem IT ini memang belum dicantumkan dalam APBN sampai sekarang. Tapi, Alhamdulillah, kami sudah punya master plan-nya. Dan, sekarang tinggal menjalankan rencana saja," kata dia.