Senin 13 Jan 2014 03:44 WIB

Mendorong Haji Berkualitas

 Kabah di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi, Selasa (23/10).  (Hassan Ammar/AP)
Kabah di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi, Selasa (23/10). (Hassan Ammar/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Akbar

Pembinaan kepada para calon jamaah haji harus diintensifkan.

Keberhasilan penyelenggaraan haji sesungguhnya tidak hanya diukur pada aspek administrasi semata. Keberhasilan yang sesungguhnya, hakikatnya adalah terbangunnya pemahaman haji secara paripurna pada diri setiap jamaah haji.

“Selama ini pemerintah masih terjebak pada persoalan yang ukurannya hanya pada aspek administratif saja. Kalau itu yang dijadikan ukuran, tentunya memang sudah baik,” kata Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin dalam perbincangannya dengan  Republika di Jakarta, pekan lalu.

Aspek administrasi yang dimaksud Ade itu terkait dengan persoalan memindahkan jamaah yang sudah terdaftar untuk pergi ke Tanah Suci. Hal lainnya terkait pula dengan fasilitas pemondokan, sarana transportasi, hingga persoalan katering.

Menurutnya, paradigma mengelola haji semacam itu sebenarnya sudah usang alias paradigma lama. Seharusnya, pemerintah tidak lagi menjadikan ukuran fisik semacam  itu sebagai indikator keberhasilannya.

“Tapi, harusnya mulai memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas sisi ubudiah. Dalam hal ini terkait dengan pembinaan manasik bagi setiap calon jamaah,” kata dia.

Untuk pembinaan manasik ini, Ade mengatakan, Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan Malaysia.

Pemerintah Malaysia ternyata sudah cukup aktif melakukan pembinaan manasik secara berkala dan rutin dalam rentang tiga tahun sebelum keberangkatan ke Tanah Suci kepada para calon jamaahnya.

Sebaliknya, di Indonesia penyelenggaraan manasik yang hanya berlangsung cukup singkat dinilainya masih belum efektif untuk menumbuhkan pemahaman ibadah haji secara mendalam.

Secara berkelakar, Ade menyebut para calon jamaah haji dari Indonesia tak ubahnya gerombolan yang sangat bergantung kepada para pembimbing haji.

“Malaysia tidak demikian. Mereka sudah berhasil menatanya sebagai rombongan dan setiap individu jamaah sudah tidak lagi bergantung penuh kepada para pembimbing saat beribadah di Tanah Suci. Inilah yang harusnya dijadikan rujukan keberhasilan bagi pemerintah Indonesia ke depan,” ujarnya.

Mengenai teknis untuk meningkatkan mutu manasik tersebut, Ade menyarankan agar para jamaah yang sudah terdaftar mulai diintensifkan pelatihan manasiknya sejak dua tahun sebelum keberangkatan.

Pelatihan ini dapat dilakukan sepekan sekali dengan menunjuk satu perwakilan ustaz atau tokoh agama untuk memberikan manasik haji.

“Pelatihan ini harusnya bersifat gratis dan wajib. Biayanya bisa diambil dari uang para jamaah yang masuk ke rekening Menteri Agama. Mereka yang dinyatakan lulus dari program manasik ini nantinya diberikan sertifikat,” katanya menjelaskan.

Hal serupa juga berulang kali disampaikan Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kurdi Mustofa. Dia menilai, pemerintah sudah selayaknya menambah persyaratan bagi calon jamaah yang ingin pergi haji.

Syarat tambahan itu adalah aspek ilmu dan pengetahuan agama. Dia mengatakan, ukuran pengetahuan agama seorang calon jamaah haji itu dapat dilihat dari proses manasik haji yang dilakukannya.

Selama proses manasik haji, Kurdi menyarankan perlu kiranya dipikirkan adanya pengujian membaca Alquran beserta pengetahuan seputar haji.

“Bagi yang dinyatakan lulus baru diberikan sertifikat manasik. Sertifikat ini nantinya berguna saat pendaftaran calon jamaah haji,” ujarnya.

Dalam pandangan Kurdi, selama ini sebagian calon jamaah yang pergi menunaikan ibadah haji lebih banyak mengejar status sosial. Sedangkan, pemahaman yang mendalam sebagai orang yang berhaji belum dilakukan secara maksimal.

“Di sinilah perlunya program manasik yang lebih baik. Seharusnya, pemerintah sudah mulai mempertimbangkannya mulai tahun ini,” kata dia.

 

Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan penyelenggaraan haji 2013 telah berjalan baik. Dia berjanji akan terus berusaha meningkatkan pelayanan, termasuk dalam pembinaan manasik haji.

Dia berharap dengan adanya pembinaan ini seluruh jamaah haji Indonesia dapat memperoleh haji mabrur. “Peningkatan kualitas terus kita upayakan, termasuk kemabruran jamaah,” ujarnya, seperti dilansir dari laman Kementerian Agama.

Secara terpisah, Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama Ahmad Kartono menilai hingga saat ini memang masih perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan program manasik haji.

Berdasarkan jadwal, program bimbingan manasik akan dilakukan sebanyak tujuh kali di tingkat kecamatan dan tiga kali di tingkat kabupaten. “Untuk bimbingan di tingkat kabupaten kota, akan dilakukan secara massal.”

Dalam tiga kali pertemuan di tingkat kabupaten, Kartono mengatakan, para calon jamaah akan diberikan pengetahuan yang sifatnya umum.

Pada pertemuan pertama akan disampaikan pengetahuan mengenai kebijakan perhajian, baik yang ada di dalam negeri maupun di Arab Saudi.

Pada pertemuan kedua, akan disampaikan mengenai praktik massal manasik haji. Sedangkan, pada pertemuan ketiga di tingkat kabupaten akan dibentuk ketua regu rombongan dan jadwal pemberangkatan kloter jamaah.

“Sementara, untuk di tingkat kecamatan, akan disampaikan proses perjalanan ibadah haji, materi manasik secara detail, masalah kesehatan, dan hak-hak jamaah. Kita berharap hal ini akan membuat jamaah menjadi lebih paham dan mengerti saat mereka beribadah di Tanah Suci,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement