REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Kendala utama sertifikasi tanah wakaf adalah birokrasi.
JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta untuk menetapkan fatwa tanah masjid harus wakaf. Permintaan tersebut berasal dari sepucuk surat yang dikirimkan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Tolchah Hasan.
Menurut pakar wakaf, Uswatun Hasanah, keinginan BWI dilatarbelakangi oleh banyaknya tanah wakaf untuk masjid yang belum bersertifikat. Kondisi ini sangat rentan karena bisa saja tanah itu dijual ahli waris yang mewakafkan tanahnya.
‘’Bisa saja akhirnya bangunan masjid digusur karena tanahnya tak bersertifikat,’’ kata Uswatun, Rabu (8/1). Di Jawa Barat misalnya, sebanyak 60 persen dari 162 ribu masjid dan mushala belum bersertifikat.
Uswatun yang juga anggota Komisi Fatwa MUI, mengatakan, surat dari BWI dibacakan komisi pada Rabu (8/1). Ia menuturkan, sebenarnya ijtima ulama nasional tahun 2012 telah menetapkan, tanah masjid harus wakaf.
Karena itu, isi surat BWI meminta Komisi Fatwa MUI meratifikasi ijtima tersebut menjadi sebuah fatwa. Menurut dia, dalam waktu dekat ini komisi akan melakukan pertemuan membahas permintaan yang dilayangkan BWI.
Ia mengatakan, idealnya saat seseorang mewakafkan tanahnya untuk masjid harus tuntas. Orang itu mengikrarkan wakafnya di hadapan ketua Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pejabat pencatat ikrar wakaf. Lalu didampingi saksi dan nazir atau pengelola wakaf.
Setelah itu, pihak KUA mengurus sertifikat wakaf untuk tanah tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). ‘’Harusnya seperti ini dilakukan oleh semua orang yang mau mewakafkan tanahnya sebagai masjid. Jadi tak ada lagi masalah di kemudian hari.’’
Lalu keluarkan sertifikat wakaf. Uswatun tak tahu berapa lama dan biaya pengurusannya. Ia mengatakan, kalau tanah sudah bersertifikat maka tak ada lagi kekhawatiran, soal kepemilikannya. Karena sudah ada tanda sah bahwa tanah itu adalah wakaf.
Kesadaran semacam ini memang belum tersebar luas. Harus ada sosialisasi lebih intens. Menurut dia, banyak kasus masjid yang menjadi sengketa. Itu melibatkan ahli waris dan pengurus masjid. Penyebabnya, belum ada sertifikat.
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni mengatakan pihaknya tidak mengurus perihal sertifikasi tanah masjid. Karena itu, ia mengaku DMI tidak mempunyai data jumlah masjid yang belum memiliki sertifikat tanah secara nasional.
Kendati demikian, ia melihat ada sejumlah kendala mengapa masjid yang sebagian besar merupakan tanah wakaf belum mempunyai sertifikat. Menurutnya, birokrasi menjadi kendala pertama.
Kemudian, masih ada masjid milik keluarga. Biasanya, belum adanya kesepakatan dalam keluarga mengenai status masjid juga menjadikan masjid belum mempunyai sertifikat.
"Kendala terbesar adalah tidak semua pengurus masjid mengetahui tanah masjid adalah tanah wakaf yang harus diurus sertifikatnya,’’ kata Imam.
Kurangnya pemahaman dan sosialisasi itulah yang menjadikan masjid belum memiliki sertifikat. Ia mengimbau pengurus masjid agar segera mengurus sertifikat tanah masjid. Hal tersebut perlu agar masjid tersebut tidak terkena penggusuran, misalnya.
"Sebaiknya masjid diwakafkan kepada umat. Sebab, masjid adalah milik masyarakat. Bukan milik perseorangan atau keluarga," katanya Imam menegaskan.