REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kehidupan berbangsa di Indonesia dinilai telah mengalami degradasi sepanjang 2013 karena iman Islam tidak dilaksanakan secara utuh.
Lantaran hal itu, keutuhan iman dinilai perlu dikembalikan pada tahun baru untuk pembangunan Indonesia ke depan.
Tokoh masyarakat, Ustaz M Syukri Fadholi mengungkapkan masjid banyak dibangun dan orang berhaji meningkat setiap tahun di Indonesia. Tapi kemaksiatan dan korupsi masih merajalela.
"Ini terjadi karena orang beriman tapi ingkar. Akibatnya, dalam kehidupan berbangsa terjadi degradasi moralitas," ungkap ustaz M Syukri Fadholi dalam tabligh akbar Republika di Masjid Syuhada Yogyakarta, Selasa (31/12) malam.
Dia mencatat beberapa hal yang perlu menjadi refleksi akhir tahun 2013 di Indonesia khususnya di Yogyakarta.
Pertama, budaya peringatan tahun baru yang dilakukan dengan pesta pora dan maksiat. ''Budaya tahun baru dinilai bukan budaya Muslim tetapi berasal dari Romawi,'' jelasnya.
Menurut Ustaz Fadholi, segala bentuk kegiatan pestapora saat ini jauh dari prinsip Islam.''Yang paling menyedihkan peringatan tahun baru memakai APBD/APBN, sehingga hak orang miskin terabaikan untuk merayakan tahun baru yang tidak ada manfaatnya," ujarnya.
Budaya yang dianut remaja saat ini juga dinilai banyak bertentangan dengan agama dan nilai moralitas. Minuman keras (miras) dan pergaulan bebas menjadi tuntunan perilaku remaja.
''Pergaulan bebas remaja tersebut sangat disayangkan terjadi di Yogya yang merupakan kota pendidikan,'' jelas ustaz Fadholi.
Perilaku remaja yang menyimpang di Yogyakarta dinilai bisa dilihat dari penjualan alat kontrasepsi melonjak saat tahun baru.
Selain itu, Kantor Urusan Agama (KUA) 2013 menurut Syukri banyak mencatat pernikahan dini. Pernikahan dini tersebut kebanyakan dipicu kehamilan.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa, budaya korupsi dinilai semakin parah selama 2013. Tersangka kasus suap merupakan petinggi mahkamah konstitusi.
Tahun sebelumnya jaksa ditangkap untuk kasus serupa. "Kalau sebelumnya korupsi di birokrasi, sekarang korupsi dilakukan eksekutif dan legislatif," ujarnya.
Dengan kondisi bangsa tersebut, Syukri menilai keutuhan iman perlu dikembalikan. Seorang muslim yang beriman dinilai harus memberikan manfaat bagi kehidupan terutama berbangsa dan bernegara.
"Tidak ada artinya iman seorang Muslim kalau tidak ada bekas manfaatnya bagi kehidupan, " kata Ustaz Fadholi menerangkan.
Uztaz Fadlan Gharamatan menambahkan pembangunan di Indonesia tidak dilandasi iman. Hal itu terlihat setelah lebih 60 tahun Indonesia merdeka.
Kesenjangan dan ketidakadilan masih ditemui di masyarakat. "Sekarang iman, tauhid, dan aqidah telah hilang dalam pembangunan bangsa," ujarnya.
Ketua umum Al Faatih Kaaffah Nusantara (AFKN) ini menilai pembangunan di Indonesia telah melenceng dengan banyaknya degradasi moral seperti prostitusi dan penyalahgunaan narkoba.
Dia mencontohkan legalisasi prostitusi yang dianggap untuk menjaga ketertiban dan menghasilkan pajak. "Bagaimana kita membangun Indonesia yang lebih baik kalau yang benar justru sudah dikotori," ujarnya mengingatkan.
Tidak ditegakkannya iman, tauhid, dan aqidah dinilai karena banyak yang kurang paham agama Islam. Karena itu, tahun baru seharusnya dijadikan momentum untuk mengembalikan iman, tauhid, dan aqidah tersebut dalam kehidupan berbangsa.
Sementara itu, Ustaz Puji Hartono mengungkapkan tahun baru harus dimanfaatkan untuk memperbaiki kekurangan diri. Instropeksi diri perlu dilakukan sehingga tahun baru dilewati dengan jiwa dan semangat baru.
"Dengan tahun baru, maka seharusnya kita memperbaiki kekurangan tanpa meninggalkan hal baik yang selama ini telah dilakukan," ujarnya.
Dia mengkritik perayaan malam pergantian tahun baru yang digelar dengan pesta pora. Padahal, perayaan malam tahun baru bisa diisi dengan kegiatan yang lebih bermanfaat bagi perbaikan diri sendiri maupun kehidupan berbangsa. "Setiap hari merupakan tahun baru sehingga harus baru akhlaknya," ujarnya.